Tampilkan postingan dengan label Mahir Pradana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mahir Pradana. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Agustus 2015

[Book Review] Sunset Holiday by Nina Ardianti & Mahir Pradana








Judul: Sunset Holiday
Pengarang: Nina Ardianti & Mahir Pradana
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 470 Halaman

“Distance makes your heart grow fonder.”

Meet Audy, cewek impulsif yang memutuskan untuk eurotrip keliling kota-kota di Eropa sendirian. Alasan Audy melakukan eurotrip adalah dia ingin punya kenangan indah yang bisa diceritakan ke anak-cucunya kelak. Unforgettable memory yang akan membuat Audy tersenyum hanya dengan mengenangnya.

Sedang Ibi,  seorang wartawan sepak bola lepas asal Indonesia yang tinggal di Jenewa. Yang nggak kalah impulsifnya. Ibi nekat nebeng itinerary perjalanan milik Audy buat ikutan mengunjungi kota-kota di Eropa bareng cewek yang baru dikenalnya itu.

Awal pertemuan mereka di kawasan Menara Eiffel ketika Audy hampir ditipu penjual souvenir ternyata membawa mereka ke sebuah perjalanan yang pada akhirnya akan mengubah pandangan hidup mereka.

Semakin lama bersama mereka semakin sadar kalau saling jatuh cinta, tapi apakah Ibi dan Audy yakin kalau perasaan mereka akan bertahan lama, bukan sekadar “euforia penghias perjalanan”?

“Ngapain sih, kamu ngelihatin kayak gitu?”
“Emangnya nggak boleh?”
“Bukan nggak boleh, tapi segala sesuatu harus ada alasannya.”
“Kalau alasannya karena kamu kelihatan lucu?”
“Emangnya kamu pikir aku komedian?”

Menjadi salah satu first reader buku ini adalah sebuah kebanggan buat saya. Ketika pertama kali baca naskah mentahnya, saya udah suka banget dengan kisah Audy-Ibi yang awalnya adalah strangers, kemudian bisa saling jatuh cinta seiring dengan kebersamaan mereka.

Banyak yang bilang karena buku ini karya duet, ada yang lebih mendominasi tulisan yang lain. Tapi buat saya malah di buku ini Mbak Nina dan Bang Mahir tetap berhasil menunjukkan ciri khas dari tulisan masing-masing kok. Buat saya, gaya tulisan mereka punya kelebihan masing-masing yang menonjol. Mbak Nina dengan karakter-karakternya yang lovable (even the side characters) dan dialog mengalirnya. Bang Mahir dengan deskripsi. Mulai dari deskripsi perasaan tokoh utamanya, yang bikin ikut merasakan apa yang dirasakan Ibi, suasananya, dan deskripsi tempatnya yang berhasil membawa saya ikutan mengunjungi kota-kota yang jadi setting buku ini.

Walau bukunya berasa Before Sunrise banget, ketika baca Sunset Holiday alih-alih membayangkan Celine dan Jesse, saya malah kayak sedang ngikutin kisah dua penulisnya sendiri. Saya merasa kalau buku ini adalah karya mereka berdua yang paling personal.

Jika kamu ngikutin tulisannya Mbak Nina, termasuk cerita bersambung di website-nya, siap-siap penampilan spesial alias cameo karakter-karakternya di buku sebelumnya atau di cerita bersambung itu. Dan yang udah baca Rhapsody juga, ada cameo dari karakter di Rhapsody di sini.

Ending buku ini adalah bagian yang paling juara menurut saya. Dramatis, bikin berkaca-kaca dan ikutan deg-degan baca porsinya Ibi di bagian ending. Abis baca buku ini rasanya kenyang dan puas. Endingnya kayak dessert manis yang menjadi pelengkap setelah disuguhkan main course yang nikmat.

Semoga Sunset Holiday bukan buku duet pertama dan terakhirnya Nina Ardianti & Mahir Pradana. Saya akan menunggu buku-buku duet dari mereka selanjutnya. Tapi buku solonya juga ditunggu loh :))

“Selama ini, aku selalu menganggap hal seperti matahari terbit adalah sesuatu yang biasa. Setiap hari terjadi. Tapi, ternyata momen yang terjadi setiap hari ini bisa menjadi sangat berbeda ketika mengalaminya di tempat seantik ini, bersama orang semenyenangkan Ibi.”

“Ketemu kamu tidak ada dalam skenario perjalananku. Tapi, di perjalananku sejauh ini, kamulah hal terbaik yang terjadi kepadaku.”


RATING: 4.5/5

Selasa, 03 Desember 2013

[Book Review] Rhapsody by Mahir Pradana






 Judul: Rhapsody
Pengarang: Mahir Pradana
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 324 halaman

Well, sebuah cerita menarik tidak memerlukan nama karakter yang keren atau malah dibuat-buat. Let’s focus more on the story of my dream and not the story behind my name.”

Abdul Latif, atau nama kerennya: Al merupakan penggemar Coldplay. Punya kisah cinta masa lalu yang kelam. Dan seorang pemimpi. Dia berhasil mewujudkan mimpi besarnya untuk membangun sebuah hostel di Makassar, kota kelahirannya. Bangunan hostel itu dulunya adalah hotel milik almarhum ayah Al. Karena diwariskan kepada Al dan kakak perempuannya, maka Al memutuskan untuk merombaknya dari bangunan hotel murah di dekat Pantai Losari, menjadi hostel untuk budget traveler.

Tapi yang namanya mimpi pasti ada saja hambatannya. Hostel yang bernama Paradise Hostel itu jarang ada pengunjung. Selain itu datang juga hambatan dari kakak perempuan Al satu-satunya—Siska—yang masih saja berusaha membujuk Al untuk menjual saja bangunan itu.

Keajaiban pun datang. Seorang pria berkebangsaan Spanyol, Miguel suatu hari mendatangi Al. Usut punya usut Miguel merasa dia punya hutang budi pada Al atas kebaikannya di masa lalu. Berkat dukungan dan bantuan dari Miguel, Paradise Hostel mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal sampai wisatawan asing.

Dan lagi-lagi hambatan terkadang tak cukup hanya datang sekali. Selain itu Al juga dihadapkan dengan cinta lain di masa lalunya lagi.


“Begitulah wanita. Mereka selalu membuat kita menunggu.”


Buku ini merupakan buku yang sudah saya nantikan kehadirannya. Yeah bisa dibilang saya merupakan salah satu penggemar bang Mahir sejak membaca Here, After-nya dan cerpen-cerpennya di Menuju(h) dan Dongeng Patah Hati.

Serius saya tidak lagi peduli bentuk cover atau pun blurb buku ini. Melihat nama pengarangnya saja sudah membuat saya ingin membawanya pulang dari toko buku (tentu saja setelah membayar sebelumnya, bisa dikejer mbak toko bukunya dong kalo main bawa pulang aja xD). Dan sekali lagi saya harus mengakui cover dari penerbit yang satu ini memang hampir selalu bagus sik, jadi cover (juga blurb-nya) menambah poin plus buku ini di mata saya.

Satu dari sekian banyak faktor yang membuat saya suka pada tulisan bang Mahir adalah dia selalu memberikan pengetahuan-pengetahuan menarik yang sama sekali belum saya ketahui. Pun begitu dengan buku ini. Saya suka sekali dengan pemaparan konsep tentang Banco de Favores. Jujur saja membuat saya jadi lebih bersemangat menabung ke Banco de Favores ;))

Selain itu keajaiban-keajaiban alias miracles yang terjadi di buku ini juga salah satu yang saya sukai. Membacanya membuat saya benar-benar percaya akan kekuatan dari hal yang bernama; percaya.

Tapi… sorry banget nih bang Mahir, buat saya pribadi Rhapsody tidak semenakjubkan Here, After. Salahkan saya yang susah mup ong xD

Poin lain yang saya suka adalah bagaimana bang Mahir menggambarkan kota Makassar tidak kalah eksotis dengan kota-kota lain di dunia (yang sukses membuat saya ingin berlibur ke sama xD). Dan saya merasa ‘tertampar’ ketika buku ini menyadarkan saya kalau sebenarnya tidak perlu menunggu pemerintah untuk mengenalkan tempat-tempat bersejarah atau tempat wisata di Indonesia ini. Toh kalau ada kemauan, kita juga bisa.

Hampir lupa, saya suka semua Lesson of Life-nya. Yang paling saya sukai sih #5 (Love is not an easy thing. Be prepared!), #6 (Everybody loves a joker, but nobody likes a fool.), #7 (Every dream has a deadline. Then a good dreamer must ignore the deadline.), #8 (There will always be trouble that makes you so angry that you want to burn the world down. But if the world is burned, where will you live?) dan #10 (The world is a compilation of dreams that have come true.). Tapi semuanya keren kok.

Spesial untuk bang Mahir, sukses untuk Rhapsody-nya dan saya akan selalu menunggu karya-karyamu. I am your number one fan *niru gaya Annie di Misery xD*.

MEMORABLE QUOTES:

  • “Inilah kelemahan orang Indonesia pada umumnya. Terlalu banyak pertimbangan sebelum bekerja. Belum melaksanakan kewajiban sudah menuntut hak.” – Hal. 96
  • “Mengapa menggunakan kata 'jatuh'? apakah karena ketika kita merasakan cinta, kita tidak bisa mengendalikan diri? Apakah sebaiknya kita pasrah saja ketika 'jatuh' dan menunggu sampai terbentur di dasar?” – Hal. 135
  • “Pada akhirnya, setiap pulang ke rumah dari sebuah perjalanan, kamu akan kembali sebagai seseorang yang berbeda.” – Hal. 155
  • “Dan, bahwa kenyataan adalah sesuatu yang bersifat oportunis. Kenyataan selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Kenyataan sellau siap mengambil alih jika kita sudah menyerah mengejar impian kita.” – Hal. 175
  • “Cinta itu hanya mengandung dua pengertian! Yang pertama hanya dongeng anak kecil. Yang kedua adalah kebohongan yang dipakai oleh orang dewasa untuk mendapatkan seks. Now, which one do you have?” – Hal. 212
  • “This is what is called falling in love, my dear little brother. Love never cares about your past.” – Hal. 224
  • “Tidak ada orang yang bisa merencanakan kapan dirinya harus jatuh cinta. Cinta itu terjadi begitu saja.” – Hal. 225
  • “You said something as if you have to choose one between love or dream. But for me, my dream is to have you as my love.” – Hal. 291
  • “Berhasil atau tidak, cinta itu selalu layak untuk diperjuangkan.” – Hal. 308


RATING 4/5

Selasa, 13 Agustus 2013

[Book Review] Dongeng Patah Hati by Aveline Agrippina Tando, dkk






Judul: Dongeng Patah Hati
Pengarang: Aveline Agrippina Tando, Callia, Robin Wijaya, Kokinos Te, Rafandha, Stephanie Zen, Dadan Erlangga, Lutfia K., Mahir Pradana, Shelly Fw, Ina Inong, Sanie B. Kuncoro, Dodi Prananda, Nye
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 276 halaman

“Dan seperti inilah definisiku terhadap cinta: selalu manis di awal, dan selalu pahit di akhir.”

Merupakan buku keroyokan yang terdiri dari cerpen-cerpen dari pemenang “Proyek 14” bersama 4 penulis dari GagasMedia. Mari kita ulas sedikit cerpen-cerpen bertema patah hati ini satu per satu.

Episode 30: Labirin Patah Hati by Aveline Agrippina Tando
Surat untuk "G yang manis" yang bercerita tentang pengalaman patah hati sang penulis surat.

Love Doesn’t Have to Hurt by Callia
Kisah cinta segitiga yang rumit. Ceritanya tidak terlalu klise walaupun salah satunya terjebak di friend zone.

Hujan Tanpa Pelangi by Robin Wijaya
Awalnya saya mengira cerpen ini tentang cinta sesama jenis. Tapi ternyata kisahnya lebih rumit dari itu. Seperti biasa, khas tulisan Robin Wijaya, bahasanya mendayu-dayu *yawn*.

Kamu, di Balik Hujan yang Menirai by Kokinos Te
Kisah patah hati berlatar belakang “obat”. Eh iya, by the way judulnya memang “menirai” kah? Soalnya baru kali ini saya mendengar kata “menirai”, kalau “merinai” saya pernah dengar.

Unsent Letter by Rafandha
Surat yang tak terkirim untuk sang mantan. Temanya: LDR.

It’s Not You, It’s Me by Stephanie Zen
Tentang cinta bertepuk sebelah tangan seorang casting director. Ceritanya cukup renyah dan mudah dicerna di antara cerita-cerita sebelumnya.

Jelaga by Dadan Erlangga
Lagi-lagi cinta bertepuk sebelah tangan. Kali ini dengan twist yang (sayang sekali) mudah ditebak.

Patah Hati Terindah by Lutfia K.
Cerita patah hati yang (seperti judulnya) indah (kata karakter utamanya sik *mana ada patah hati yang indah -____-*).

Ulang Tahun Ke-17 by Mahir Pradana
Settingnya di Jenewa, Swiss. Seorang pria yang tiba-tiba bertemu dengan gadis yang mengingatkannya akan kenangan masa lalu. Cerita mulai seru ketika sang gadis meminta pria itu untuk bernyanyi di acara ulang tahun ke-17-nya.

Keberuntungan Kedua by Shelly Fw
Oh, endingnya "jleb".

To Make You Feel My Love by Ina Inong
Cerpen yang satu ini bercerita tentang cinta terpendam yang telah lama tak pernah terungkap. Dan akhirnya menyebabkan perselingkuhan.

Bunga Pengantin by Sanie B. Kuncoro
Kisah yang diawali dan disebabkan oleh bunga pengantin. Suka dengan keputusan yang diambil tokoh utama.

Yogyakarta, Suatu Cerita by Dodi Prananda
Lagi-lagi LDR, kali ini LDR-nya "berhasil" tapi....

A Whole New World (But Not) With You by Nye
Yang ini sedikit beda, cerita tentang malam hari sebelum pasangan di cerita ini akan menjalani LDR.

“Aku memang kalah. Kalah pada rasa takut untuk mencintaimu.”

Saya memang kurang cocok membaca buku atau cerita dengan narasi yang mendayu-dayu dan kalimat yang berbunga-bunga, jadi karena kebanyakan cerpen di buku ini punya faktor itu, cerpen-cerpennya jadi kurang berkesan.

Dari ke-14 cerpen, yang paling berkesan buat saya hanya cerpen dari Mahir Pradana, Stephanie Zen dan Sanie B. Kuncoro. Sisanya, banyak yang saya suka ketika membacanya tapi mudah sekali dilupakan begitu saja.

“Words mean nothing, unless the person who said it… is your everything, am I right?”

“Aku akan menangkap kupu-kupu ungu untukmu. Seperti aku menghadiahimu setoples hujan.”

RATING 2.5/5

p.s.: sisi baik dari buku ini adalah... covernya masih keren :D saya suka model tulisan judulnya yang seolah-olah luntur karena tetesan air mata.