Kamis, 07 November 2013

[Book Review] And The Mountains Echoed by Khaled Hosseini






Judul: And The Mountains Echoed
Pengarang: Khaled Hosseini
Penerbit: Penerbit Qanita
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 512 halaman

“Kulihat peri kecil muram
Di keteduhan pohon kertas
Kumengenal peri kecil muram
Yang tertiup angin suatu malam.”

Abdullah sangat menyayangi adik satu-satunya, Pari. Sejak ibunya meninggal ketika melahirkan Pari, bisa dibilang Abdullah menjadi ayah sekaligus ibu bagi pari. Dia yang merawat Pari sejak bayi. Sepeninggal ibu, ayah mereka menikah lagi dengan seorang wanita bernama Parwana. 

Suatu hari, ayah mereka menjual Pari pada keluarga Wahdati yang kaya raya di Kabul demi kelangsungan hidup keluarga mereka ketika musim dingin. 

Sejak itu dunia Abdullah serasa hancur. Pari yang selalu disayangi dan menjadi sumber semangat baginya harus terpisah darinya.

Keputusan yang diambil oleh ayahnya ini kemudian nantinya di masa berikut akan berpengaruh hingga ke generasi selanjutnya.

“Kau akan selalu di dekatku.”
“Ya.”
“Sampai kita tua.”
“Tua Bangka.”
“Untuk selamanya.”
“Ya, untuk selamanya.”
“Kau berjanji, Abollah?”
“Selama-lamanya.”



Sejak membaca The Kite Runner, Khaled Hosseini memang sudah menjadi salah satu penulis paling favorit saya. Jadi, jika ditanya apakah saya puas dengan buku terbarunya ini saya akan dengan mantap menjawab kalau saya merasa sangat puas.

Seperti yang sudah dapat ditebak, lewat karya teranyarnya ini Khaled Hosseini kembali menyuguhkan cerita mengharukan yang akan membuat pembacanya mau tidak mau, suka tidak suka akan (setidaknya) merasa terharu.

Beda dengan dua karya sebelumnya yang menjadikan satu(untuk The Kite Runner) dan dua*kalo nggak salah ya. Bacanya udah lama sik, jadi rada lupa xD*(untuk A Thousand Splendid Suns) karakter sentralnya, di And The Mountains Echoed bisa dibilang tidak ada karakter yang benar-benar sentral. Karena banyak sekali karakter-karakter berbeda dari berbagai generasi yang punya kisahnya sendiri. Tapi tentu saja para karakter ini masih punya hubungan erat satu sama lain.

Dan kerennya lagi, walaupun karakter di buku ini banyak, saya sama sekali tidak kesulitan untuk mengenali mereka dan kisah mereka karena kehebatan penulis dalam memaparkan karakter dan permasalahannya masing-masing.

Pergantian POV(Point of View) ketika menceritakan bagian Markos pun tidak membuat saya merasa janggal. Walaupun telah terbiasa dengan POV 3, saya sama sekali tidak merasa terganggu apalagi kesulitan melanjutkan membaca, malah bagian ini menurut saya yang paling terasa “jleb” dan mematahkan hati, karena yang bersangkutan sendiri yang bercerita. Apalagi ketika Markos bercerita tentang Mamรก, Thalia juga anak-anak dan korban-korban yang pernah dirawatnya.

Terjemahannya bagus dan berhasil membawa suasana suram buku ini. Typo-nya juga sedikit yang saya temukan dan ada beberapa yang kekurangan tanda baca seperti tanda petik(").

And The Mountains Echoed sudah saya sah-kan sebagai salah satu buku terbaik yang saya baca tahun ini. Saya sedikit lebih suka buku ini daripada A Thousand Splendid Suns, tapi untuk The Kite Runner… saya masih ragu mana yang lebih saya suka :D dua-duanya sama-sama menakjubkan sik.


MEMORABLE QUOTES:
  • “Aku tidak menyalahkanmu kalau kau membenciku. Ini hakmu. Tapi—dan aku tidak berharap agar kau mengerti, untuk saat ini—inilah yang terbaik. Sungguh, Abdullah. Inilah yang terbaik. Suatu hari nanti kau akan mengerti.” – Hal. 66-67
  • “Saya sudah hidup lama, Mr. Markos, dan satu hal yang akhirnya saya mengerti adalah untuk menilai isi hati orang lain, kita harus bersikap rendah hati dan bersimpati.” – Hal. 144
  • “Apakah yang bisa saya ceritakan, Mr. Markos, tentang tahun-tahun berikutnya? Anda tahu betul sejarah negeri yang penuh kemelut ini. Saya tidak perlu mengingatkan Anda pada masa kelam itu. Berpikir untuk menuliskannya saja sudah membuat saya lelah, dan, selain itu, penderitaan negeri ini sudah cukup diungkapkan oleh mata pena yang jauh lebih terpelajar dan fasih daripada milik saya.” – Hal. 159
  • “Kini saya sudah mengerti bahwa sebagian orang merasakan kesedihan sebagaimana sebagian orang lainnya merasakan cinta: diam-diam, kuat, tanpa mengambil tindakan.” – Hal. 171
  • “Ini bisnis menguntungkan—kematian—harus kau akui. Selalu ada yang memerlukannya. Berengsek, ini mengalahkan bisnis mobil.” – Hal. 182
  • “Mereka datang untuk membantu negeri kita, Timur jan. Mereka meninggalkan rumah dan kemari. Tidak pantas kalau aku, seperti yang kau katakan, ‘menguliti mereka’.” – Hal. 188
  • “Kematian bisa menjadi lompatan karier yang bagus bagi penyair muda.” – Hal. 271
  • “Saya punya teori tentang pernikahan, Monsieur Boustouler. Hampir selalu, dalam dua minggu Anda akan tahu apakah pernikahan itu akan berhasil. Sungguh mengherankan, ada banyak orang yang bersedia terbelenggu selama bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun, sama-sama berusaha meyakini harapan palsu, padahal sesungguhnya mereka mengetahui jawabannya dalam dua minggu pertama.” – Hal. 273
  • “Aku menyadari bahwa dunia tidak melihat isi hatimu, sama sekali tidak peduli pada harapan dan impian, juga kesedihan yang tersembunyi di balik kulit tulang. Sesederhana, seabsurd, dan sekejam itu.” – Hal. 417
  • “Aku tahu bahwa aku pun telah berubah, perutku yang semakin buncit, garis rambutku yang semakin mundur, tetapi perubahan yang terjadi pada diri kita sendiri berlangsung perlahan-lahan sampai kita nyaris tidak menyadarinya.” – Hal. 419
  • “Dia mencari tahu kabarmu setiap hari. Sungguh. Kau punya penguntit di dunia maya, Markos Varvaris.” – Hal. 428
  • “Ini lucu, Markos, tapi orang-orang biasanya mundur. Mereka mengira menjalani kehidupan berdasarkan keinginan mereka. Padahal, sesungguhnya ketakutan merekalah yang mengatur mereka. Apa yang tidak mereka inginkan.” – Hal. 430
  • “James Parkinson. George Huntington. Robert Graves. John Down. Sekarang si Lou Gehrig temanku ini. Mengapa pria juga memonopoli nama penyakit?” – Hal. 433
  • “Bahwa cintanya padaku benar-benar tulus, luas dan membentang bagaikan langit, dan cinta itu akan selalu menekanku. Itu adalah jenis cinta yang cepat atau lambat memojokkanmu untuk mengambil keputusan: apakah kau akan lari atau bertahan terhadap gempurannya, meski akhirnya cinta itu memeras dan menggumpalmu menjadi sesuatu yang lebih kecil dari dirimu sendiri.” – Hal. 465
  • “Sikap baik adalah sesuatu yang tak akan disesali seseorang. Kau tak akan berkata pada dirimu sendiri saat tua nanti, Ah seandainya saja aku bersikap tak baik pada orang itu. Kau tak akan pernah berpikir begitu.” – Hal. 484

    RATING 5/5

2 komentar:

  1. GIF-nya paaaaaaaaaaaaaaasss!! *ikutan nangis*

    dan hu'uh, POV-nya marko itu yang paling DEEP rasanya ;_;

    BalasHapus
    Balasan
    1. *kasih tisu*

      Iyaa, kalo menurutku pengaruh POV-nya yang pake "aku", jadinya berasa lebih "dekat" sama tokoh Markos ini.

      Hapus