Judul: Minoel
Pengarang: Ken Terate
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 272
halaman
“Siapa sih yang mau sama cewek cacat? Ada
cewek cacat yang dapat pasangan sempurna, aku tahu, tapi aku sendiri nggak
yakin itu akan terjadi padaku. Maksudku, apa sih kelebihanku?”
Minoel tak pernah
punya pacar. Tidak seperti dua sahabatnya, Yola dan Lilis. Apalagi Yola yang sering
banget gonta-ganti pacar! Cowok-cowok selama ini cuma memandang Minoel dengan
sebelah mata. Bahkan kerap mempermainkannya.
Apa coba yang bisa
dibanggakan dari Minoel untuk membuatnya percaya diri? Dia tidak pintar dalam
pelajaran. Keadaan ekonomi keluarganya juga jauh untuk dibilang berkecukupan.
Dan keadaan fisiknya tidak sempurna; kaki Minoel cacat. Satu-satunya yang
mungkin bisa membuatnya bangga adalah Minoel pandai menyanyi. Dan dia sering
mendapat bayaran dari suaranya itu dengan mengisi acara-acara hajatan.
Tiba-tiba Akang
mendekati Minoel. Dia bilang suka dengan penampilan Minoel ketika dia
bernyanyi. Hati Minoel berbunga-bunga kala Akang menyatakan cinta. Belum pernah
ada seorang cowok yang bilang cinta padanya.
Namun ada harga
yang harus dibayar untuk cinta Akang, Minoel harus berkorban. Berkorban hati,
perasaan, dan.. ehem.. sebagian honor menyanyinya. Tak jarang Akang bersikap
kasar pada Minoel atau tiba-tiba marah tanpa alasan yang jelas. Cowok itu mulai
melarang Minoel melakukan ini-itu.
Tapi bukankah
cinta butuh yang namanya pengorbanan? Akang sudah berkorban untuk memberikan
cintanya buat Minoel yang cacat. Dan Minoel pun harus berkorban untuk Akang,
kan? Itu yang namanya cinta kan?
“Pokoknya, Noel, begitu kamu melihat
tanda-tanda kekerasan pada diri cowok, segeralah lari, sejauh mungkin. Jangan
harap mereka berubah. Mereka tak akan berubah kecuali ada mukjizat yang entah
kapan datangnya. Bisa-bisa setelah kamu mati terbunuh.”
Sejak membaca
Jurnal Jo, saya sudah mendeklarasikan diri sebagai penggemar Ken Terate. Selalu
ada hal-hal yang bisa dipetik dari tulisan-tulisannya walaupun dengan bahasa
kocak seperti dalam Jurnal Jo.
Mengusung ide
cerita tentang KDP (Kekerasan dalam Pacaran), buku ini ditulis dengan format
semacam diary milik karakter
utamanya, Minoel. Pembaca akan diajak untuk menyimak cerita-cerita acak yang
dituturkan oleh Minoel tentang apa yang telah terjadi dalam hidupnya.
Isu kekerasan
dalam pacaran ini memang sangat menarik untuk dibahas. Menurut saya KDP marak
sekali terjadi, cuma banyak yang tidak terekspos dan bahkan tidak sadar kalau
perlakuan sang pacar tersayang sudah termasuk KDP T_T. Semoga banyak yang baca
buku ini dan sadar kalau KDP juga merupakan sebuah kejahatan serius.
Jika kalian sudah
membaca Dark Love, novel yang juga ditulis oleh mbak Ken Terate tentang MBA, buku
ini lebih “gelap” lagi dari Dark Love. Dan lebih serius dan pedas lagi
mengkritisi bagaimana pendapat orang-orang mengenai KDP (lebih parahnya pihak
berwenang). Karena masih saja banyak yang mengkambing-hitamkan perempuan dengan
hal-hal buruk yang terjadi pada perempuan *sigh*.
Karena konsepnya
yang seperti diary, which means yang ditulis di sini
benar-benar suka-suka hati Minoel,
timeline cerita di buku ini terkadang bikin bingung. Tapi bisa dimengerti
sih, mengingat kondisi Minoel pasca kejadian “itu”. *penasaran dong hal buruk
apa yang dialami Minoel? Ayok, baca bukunyaaa x))*
Ide cerita apik.
Ditulis dengan amat baik. Seharusnya pantas mendapatkan 5 bintang. Sayang cover-nya
rada bikin ilfeel -___-, malah menurut saya jika gambar tiga remaja cewek di
cover mengilustrasikan Minoel, Lilis dan Yola, agak nggak nyambung. Saya lupa
detailnya yang jelas Minoel pernah bercerita kalau ada di antara mereka yang
memakai jilbab (atau saya yang salah persepsi? ._.). Dan buku ini tak bisa dibilang
rapi, tidak banyak typo-nya, tapi
cukup mengganggu.
“Untuk
lepas dari suatu rasa sakit, kita butuh sakit dulu. Aneh, ya? aku harus kuat
menahan sakit kecil ini untuk bisa lepas dari rasa sakit yang lebih besar.”
“Masalah dari bercerita adalah mengingat.
Masalah dari mengingat adalah gelombang jeri, pedih, dan luka yang langsung
bergumul dan bergulung-gulung melanda. Demi Tuhan, aku tak ingin mengingatnya
lagi. Andai hari itu bisa dihapus dari kalender. Maksudku, dari ingatanku.
Mungkinkah itu? Menghapus memori di otak seperti menghapus memori di HP?”
RATING 4.5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar