Judul: The
Ice Twins
Pengarang: S.K. Tremayne
Penerbit: HarperCollins UK
Tahun Terbit: Januari 2015
Tebal: 384 halaman
(e-book)
“My dad even gave them a nickname: the Ice Twins. Because they were born
on the coldest, frostiest day of the year, with ice-blue eyes and snowy-blonde
hair. The nickname felt a little melancholy: so I never properly adopted it. Yet
I couldn’t deny that, in some ways, the name fitted. It caught their uncanniness.”
Sarah dan Angus Moorcraft kehilangan salah satu
putri kembar mereka, Lydia pada tragedi menyedihkan. Setahun setelah kejadian
itu, mereka memutuskan untuk mengajak putri mereka yang selamat Kirstie (ingat ya, KIRSTIE bukan KRISTIE, karena
jujur saya baru sadar setelah kelar baca bukunya xD), meninggalkan
hiruk-pikuk kota London dan pindah ke pulau pribadi yang diwarisi Angus dari
neneknya, Torran Island untuk memulai kembali kehidupan rumah tangga mereka
dari awal.
Sudah sejak lama sebenarnya Sarah
menyadari gelagat berbeda yang ditunjukkan oleh Kirstie. Ada kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan olehnya yang mengingatkan Sarah pada kebiasaan Lydia. Namun dia
menganggap kalau hal tersebut hanya akibat ikatan yang tetap kuat antara
saudara kembar meski salah satunya telah tiada.
Puncaknya, suatu hari Kirstie protes
pada Sarah karena terus-terusan dipanggil Kirstie padahal dia adalah Lydia, dan
Kirstie telah meninggal dunia. Kirstie dan Lydia memang kembar identik, susah
untuk membedakan jika hanya dari tampilan. Selama ini mereka menggunakan cat
kuku yang terus dipoles jika sudah mulai luntur dengan warna kuning dan biru. Atau
memakaikan benda khusus pada pakaian/aksesori yang si kembar kenakan. Kuning untuk
Lidya, dan biru untuk Kirstie. Secara kebetulannya, saat tragedi tersebut
terjadi, si kembar mulai memaksa untuk punya style yang sama. Dan tepat di hari itu, pakaian yang mereka kenakan
juga serupa.
Semenjak pernyataan Kirstie yang
mengejutkan tersebut, Sarah mulai meragukan banyak hal, terutama apakah dia dan
Angus telah salah mengidentifikasi putri kembar mereka sendiri? Benarkah demikian?
“Why do you keep calling me Kirstie, Mummy? Kirstie is dead. It was Kirstie that died. I’m Lydia.”
Saya pernah menyinggung soal salah
satu postingan Mbak Jia Effendie tentang unreliable narrator di review The Girl on the Train yang saya tulis sebelumnya. Pada
postingan di blognya tersebut Mbak Jia merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Saya
yang penasaran lalu mengajak Mbak Vina, pemilik blog orybooks.com untuk memulai project baca bareng buku ini soalnya
Mbak Vina juga pencinta buku sakit seperti saya x)
The Ice Twins dibuka dengan tenang
dan alur yang lambat di mana pembaca mulai diperkenalkan pada satu per satu
tokohnya dan pada premis besarnya. Tensi ketegangan semakin meningkat kala pembaca
sampai di bagian ketika Sarah menumpahkan kecurigaan-kecurigaannya pada
peristiwa kematian Lydia, pada Kirstie yang tingkahnya semakin aneh, dan pada
suaminya sendiri. Kecurigaan-kecurigaan Sarah ini cukup menyiksa saya selaku
pembaca, namun hal ini malah semakin membuat saya penasaran pada kebenaran yang
sebenar-benarnya.
Selain pov Sarah, terdapat juga
selingan point of view ketiga yang “mengikuti”
sang suami, Angus. Di bagian-bagian tertentu penggunaan pov ini saya merasakan
sedikit kebosanan sih. Tapi setidaknya, saya bisa rehat sejenak dari ketularan
suudzon-nya Sarah x) saya bisa lebih bisa menaruh sedikit kepercayaan saya. Errr....
agak lebay ya? .___.
Menurut saya, bagian paling seru
sekaligus seram di buku ini adalah saat rasa curiga Sarah semakin menjadi-jadi
sampai membuat saya ketakutan sendiri. Tapi, yang juga tak kalah seru adalah
bagian menjelang ending-nya, ketika segala hal menemukan titik terang, tentang apa
yang sebenarnya terjadi pada Lydia dan Kristie di hari naas itu, kenapa tragedi
itu bisa terjadi.
Menyebut-nyebut buku ini punya unreliable narrator agak spoiler sebenarnya, karena julukan itu
bisa dibilang termasuk dalam elemen kejut yang dimiliki bukunya. Saya sadar,
dari awal tokoh Sarah memang sudah mencurigakan, namun selama belum
dikonfirmasi oleh penulisnya, ya, kecurigaan saya hanya berwujud sebagai
dugaan-dugaan xD. Tenang, meskipun paragraf ini terkesan spoiler, saya yakin kalau kamu memutuskan untuk membaca The Ice Twins
setelah ini, kamu masih akan terkejut ;)) Dan hebatnya, tahu tidak? Bahkan di
bab terakhirnya saya tetap dibikin terkejut! Sialan benar! Benar-benar sialan!
5 bintang deh untuk kegilaan yang mengakibatkan
adanya diskusi (agak) panjang dengan Mbak Vina setelah kami selesai membaca. Karena
sungguh, banyak sekali yang harus dibahas lebih lanjut mengenai buku ini (yang
tidak bisa saya bahas di review ini karena akan terlalu spoiler). Banyak sekali.
“Because the truth was too much and so my lies became truth. Even for me.
Especially for me.”