Judul: Kukila
Pengarang: M. Aan Mansyur
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Oktober 2015 (Cetakan ketiga)
Tebal: 192 Halaman
“Masa lalu
tidak pernah hilang. Ia ada tetapi tidak tahu jalan pulang, untuk itu ia
menitipkan surat—kadang kepada sesuatu yang tidak kita duga. Kita menyebutnya
kenangan.”
Berkat pinjaman dari seorang teman, saya bisa
mencoret buku ini di daftar buku-buku yang sudah lama sekali ingin saya baca. Kukila
berisi 16 cerita pendek karya M. Aan Mansyur yang beberapa di antaranya pernah dipublikasikan
di media lain.
Dalam review ini saya hanya akan membahas
beberapa judul cerpen yang paling meninggalkan kesan bagi saya.
Kukila
(Rahasia Pohon Rahasia)
Cerita pendek yang cukup panjang sampai
memakan hampir setengah bagian buku ini bisa dibilang versi panjang dari
cerpen berjudul “Di Tempat Kau Berbaring Sekarang”. Cerpen tersebut pertama
kali saya baca di buku kumpulan cerpen “Dari Datuk ke Sakura Emas” yang terbit
beberapa tahun yang lalu. Bercerita tentang Kukila dan rahasia masa lalunya
yang ingin dia bagi ke anak-anaknya lewat surat dan bagaimana rahasia itu akan berpengaruh
ke kehidupan mereka sekarang.
Sehari
Setelah Istrinya Dimakamkan
Seorang suami yang baru saja kehilangan
istrinya perlahan-lahan mengetahui hal mengejutkan tentang istrinya melalui tas
yang dia pegang sebelum meninggal kecelakaan.
Celana Dalam
Rahasia Terbuat dari Besi
Atas permintaan suaminya, setiap suaminya pergi
bekerja Rahasia harus memakai celana dalam yang terbuat dari besi yang dikunci
dan kuncinya dibawa ke kantor. Alasan suaminya melakukan itu adalah untuk mencegah
adanya aksi perselingkuhan di pernikahan mereka. Berhasilkah?
Lebaran Kali
ini Aku Pulang
Dua puluh tahun tak pernah pulang ke kampung
halaman, karakter utama cerpen ini menyadari banyak hal yang berubah dari apa
yang dulu diingatnya, termasuk orang-orang yang dia kenal.
Hujan. Deras
Sekali.
Saya sudah pernah baca cerpen ini sebelumnya
di kumpulan cerpen berjudul “Perempuan yang Melukis Wajah”. Baca ulang jadi
tambah suka. Cerpen ini mengambil sisi lain dari banjir dengan kocak dan satir.
Secara keseluruhan, semua cerpen di dalam buku
ini bagus, masing-masing punya kelebihan yang menonjol, bahkan hampir semuanya
menyajikan twist mengejutkan di
endingnya. Tapi, mungkin karena saking bagusnya cerpen pertama, Kukila (Rahasia
Pohon Rahasia), setelah membaca cerpen-cerpen selanjutnya saya jadi tidak bisa
tidak membandingkannya dengan cerpen pembuka yang dahsyat itu.
Di cerpen pembuka inilah saya paling mengenali
ke-khas-an tulisan Aan Mansyur di mana setiap paragrafnya ditulis dengan indah
ditambah dengan diksi yang bikin iri. Bukan berarti cerpen lain jelek, cuma
menurut saya kedahsyatan cerpen pertama menutupi cerpen-cerpen yang disuguhkan
setelahnya.
“Aku ingin
mati di bulan September yang kemarau seperti bunga-bunga di halaman. Tetapi
mati tidak bisa dipesan lalu seseorang mengantarnya serupa pesanan dari
restoran cepat saji yang iklannya ada di televisi. Aku ingin ditebang serupa
pohon mangga. Dibakar di tempat sampah dan abuku menyuburkan rerumputan liar di
halaman. Tetapi mati yang kuinginkan separuhnya dibawa Rusdi pergi, selebihnya
dibagi-bagi di antara kalian. Aku tubuh semata. Percuma. Tubuh kosong tanpa
apa-apa lagi di dalamnya, kecuali perasaan-perasaan yang berubah
kalimat-kalimat ini. Aku telah mati, rupanya. Aku telah mati jauh malam sebelum
semua doa-doaku tiba di alamat Tuhan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar