Sabtu, 29 Oktober 2016

[Book Review] Matahari: Penjelajahan yang Berakhir dengan Terkuaknya Informasi Mencengangkan






Judul: Matahari (Bumi #3)
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Agustus 2016 (Cetakan Kedua)
Tebal: 400 halaman

Memuat spoiler dari dua seri sebelumnya: Bumi dan Bulan

“Lihat, aduh lihatlah,
Ini tiga petualang melaju gagah
Mereka berasal dari klan yang berbeda
Menjelajah dunia tanpa tepian
Untuk tiba di titik paling jauh
Bumi, Bulan, Matahari, dan Bintang
Ada dalam genggaman tangan.”


Raib, Seli, dan Ali kembali menjalani kehidupan selayaknya remaja biasa di kota mereka setelah petualangan (yang berakhir menyedihkan) di Klan Matahari. Namun ada yang berubah setelah petualangan itu, Ali mendadak menjadi sorotan, dia menjadi bintang di tim basket sekolah mereka.

Sejak petualangan itu, Ali memang sedikit banyak berubah, yang tetap sama adalah rasa ingin tahunya yang semakin menggebu-gebu, obsesinya belakangan adalah menemukan lokasi Klan Bintang yang misterius. Raib dan Seli pikir obsesi Ali terhadap Klan Bintang akan semakin surut seiring berjalannya waktu, mereka salah besar.

Dengan kegeniusannya Ali berhasil menemukan jalan menuju Klan Bintang tanpa harus menggunakan bantuan Buku Kehidupan yang dimiliki Raib. Dia bahkan telah menyiapkan segala keperluan untuk perjalanan ke sana. Akhirnya Ali berhasil membujuk Raib dan Seli untuk ikut serta dalam perjalanan itu.

Sebelum memutuskan untuk setuju dengan rencana Ali, Raib dan Seli melupakan satu hal, semua hal ada harganya termasuk rasa ingin tahu, harga yang harus mereka bayar dengan nekat menjelajah ke Klan Bintang adalah harus menjadi buronan yang diburu sepasukan Armada Klan Bintang karena kekuatan yang mereka miliki dianggap berbahaya. Namun masih ada satu hal, ternyata perjalanan ini tak begitu buruk meski mengancam keselamatan mereka, mereka berhasil menyingkap satu rahasia penting tentang Klan Bintang yang akan menjadi misi mereka selanjutnya.


“’Terima kasih, Ali.’
‘Buat apa?’
“Telah menjadi anggota tim kita. Aku juga tidak bisa berbuat apa pun tanpamu....’”


Apa yang belum ditulis oleh Tere Liye? Thriller korporasi dan politik? Bisa ditemukan dalam Negeri Para Bedebah dan sekuelnya: Negeri di Ujung Tanduk, science fiction dengan setting futuristik? Ada dalam Hujan, drama keluarga ayah-anak? Ada (Ayahku) Bukan Pembohong, komedi romantis dengan kekentalan lokalitasnya? Ada Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, kisah cinta tak sampai yang sukses bikin baper? Ada Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Dan sekarang, fantasi? Kalian bisa menemukannya dalam serial Bumi. Tak bisa dimungkiri, Tere Liye adalah satu dari sedikit penulis lokal yang mampu menghadirkan bermacam kisah dengan bermacam genre, setting tempat yang berbeda-beda, dan tokoh dengan karakter beragam.

Dalam Matahari, kita masih menjumpai tiga sahabat, Raib, Seli, dan Ali sebagai tokoh sentralnya. Penggunaan sudut pandangnya pun tetap menggunakan sudut pandang pertama lewat Raib, masih sama seperti dua buku pendahulunya Bumi dan Bulan. Namun Matahari akan lebih memanjakan pembacanya dengan setting yang lebih megah dan kisah lebih seru.

Saya suka perkembangan karakternya, terutama untuk tokoh Ali. Terasa sekali perbedaan ketika kali pertama mengenal Ali di Bumi. Untuk Ra dan Seli, karakter mereka tak berubah banyak, yang lebih signifikan berkembang adalah kekuatan mereka.

Hal lain yang saya sukai dari seri ini adalah bahkan setting kota asal Ra, Seli, dan Ali tetap dibiarkan abu-abu. Tere Liye seakan sengaja untuk tetap membebaskan imajinasi pembacanya. Dan menurut saya jika kotanya disebutkan malah jatuhnya akan menimbulkan lubang di sana-sini terkait dengan keralistisan ceritanya. Seperti misalnya adegan ketika Ra dan Seli mengejar kapsul yang menculik Ali di bagian awal bukunya.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul sejak saya membaca Bumi, seperti tentang orangtua kandung Ra sedikit demi sedikit mulai terjawab meski belum mampu memuaskan rasa penasaran saya. Selain itu, ada juga sedikit cerita yang menyinggung tentang Si Tanpa Mahkota. Saya penasaran akankah Si Tanpa Mahkota ini nantinya punya peran penting di buku selanjutnya? Karena sejauh ini pembaca hanya dikenalkan lewat cerita-cerita orang lain.

Jika di Bumi ada Av, dan dalam Bulan ada Hana, maka di Matahari tokoh orang tua bijaknya bernama Faar. Faar adalah salah satu tokoh pendukung yang menarik, dia merupakan keturunan Klan Bulan yang menetap di Klan Bintang. Dan spoiler alert(!) tokoh Faar lebih badass dibanding kedua tokoh yang saya sebutkan sebelumnya ;))

Dan ya, di dalam buku ini tetap ada selipan-selipan informasi, pengetahuan umum (tentang ular, gempa bumi, dan masih banyak lagi), elemen yang selalu ada dalam buku-bukunya Tere Liye. Saya selalu mengagumi kemampuannya menyelipkan informasi-informasi ini tanpa menimbulkan kesan show off, memamerkan pengetahuan yang dia miliki.

Meski buku ini segmennya remaja, di beberapa kesempatan Tere Liye menyinggung isu berat dan sebenarnya cukup menarik untuk ditelaah lagi seperti bagaimana pemegang kekuasaan mulai buta dan menginginkan kekuasaan lebih besar. Dan satu lagi yang saya temukan menarik, teknologi “sendok ajaib” yang mampu mengubah rasa makanan menjadi seperti yang diinginkan pemakainya. Lalu Raib mempertanyakan lewat narasinya, jika pengguna sendok itu hanya memakan satu macam masakan yang sama seumur hidupnya (makanan umum di Klan Bintang berupa bubur berwarna putih semacam bubur gandum yang tak bertekstur), masihkah dia menganggap makanan tersebut enak? Menarik untuk ditelaah untuk lebih lanjut kan? Atau hanya saya saja yang suka mikirin hal-hal kurang penting? Hahaha x))

Saran saya, karena ini merupakan buku ketiga, maka jika kalian punya rencana untuk membaca Matahari, sebaiknya sudah lebih dulu membaca Bumi dan Bulan, karena akan banyak sekali hal yang kalian lewatkan jika melewatkan kedua seri sebelumnya.

Jika mengikuti pola tiga seri Bumi yang telah terbit, akankah di buku keempatnya yang diberi judul Bintang mengambil setting di Klan Bumi? Dan pertanyaan lebih pentingnya, apakah Bintang akan menjadi buku terakhir serial ini? Mari menunggu dengan sabar :))



“Sejatinya, aku bukan buku, aku mesin canggih, benda penyimpanan interaktif, yang bisa bicara lewat sentuhan tangan, mengenali pemiliknya. Kenapa bentukku seperti buku? Karena itu simbol pengetahuan dan keabadian. Sesuatu akan bertahan lebih lama saat diwariskan lewat buku, dituliskan.





*Tulisan ini diikutkan dalam “Lomba Resensi Novel Matahari - Tere Liye” yang diadakan oleh Gramedia Pustaka Utama. Tertarik untuk ikutan? Info lengkapnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

(klik untuk memperbesar)

6 komentar:

  1. Wah kisahnya makin seru ya? Keren banget ulasannya, Abo. Aku... jadi tergoda >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum terlambat untuk memulai wahai kisanak x) Bintang terbitnya masih tahun depan (kayaknya).

      Terima kasih lho pujiannya xD

      Hapus
  2. Balasan
    1. Udah baca dua buku sebelumnya?
      Harus kudu wajib baca buku ketiganya berarti :))

      Hapus
    2. Udaaaahhhh~~~ iya, kudu baca banget, kayaknya makin keren ceritanya.

      Hapus