Kamis, 21 Mei 2015

[Book Review] Perfection by Farrahnanda






Judul: Perfection
Pengarang: Farrahnanda
Penerbit: Ice Cube
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 238 halaman

“Aku selalu menganggap perbedaan tubuhku dan Nila tidak adil. Kami, kan, sama-sama berada di perut Ibu selama sembilan bulan dan lahir hanya selang beberapa menit. Wajah kami pun identik. Kecuali—harus kutambahkan—pipiku ini terlihat seperti gelembung sabun.”

Bagaimana rasanya punya berat badan kurang ideal dengan lemak berlebih? Tersiksa. Setidaknya begitulah menurut Nina. Keadaannya diperparah lagi dengan kehadiran Nila, saudara kembarnya yang cantik, populer, dan terutama yang paling penting: langsing. Nina merasa hidupnya amat sangat tersiksa.

Dia selalu benci ketika orang-orang di sekelilingnya membuat candaan mengenai berat badannya, apalagi kalau sampai dibanding-bandingkan dengan Nila. Tidak hanya teman-teman di sekolah, orangtuanya pun sering sekali secara tak langsung menyakiti hati Nina.

Lalu Nina berkenalan dengan Kak Panji. Kakak kelas yang tergila-gila pada Sejarah. Sejak mengenal Kak Panji, Nina semakin membulatkan tekad untuk mengubah bentuk badannya agar menjadi proporsional dengan cara apa pun. Nina ingin berubah menjadi sosok sempurna untuk cowok yang ditaksirnya itu.

“Bercanda? Dari dulu ‘hanya bercanda’ memang selalu dijadikan pembelaan untuk mengatai orang lain. Yang mereka tidak ketahui, ‘candaan’ yang mereka lontarkan itu adalah senjata mengerikan untuk melukai perasaan seseorang. Termasuk perasaanku.”

YARN (Young Adult Realistic Novel) adalah seri yang memuat novel-novel remaja, ditulis oleh para penulis muda dengan ciri khas ceritanya yang realistis. Alasan saya memilih Perfection sebagai perkenalan perdana saya pada YARN adalah selain karena covernya, ide cerita yang digunakan menarik dan memang terkesan realistis sekali. 

Perfection secara tidak langsung menyentil saya bahwa mulai dari sekarang harus lebih bisa “jaga mulut”. Orang bilang “Senjata paling mematikan adalah kata-kata”, hal tersebut sama sekali tidak salah. Apa yang kita ucapkan pada orang lain, baik sadar maupun tidak, bisa jadi memberi pengaruh bagi orang lain. Kalau pengaruhnya positif sih mending yaa, bagaimana kalau pengaruhnya jadi negatif coba?

Kalau dipikir-pikir lagi, saya pernah menjadi salah satu karakter “jahat” di buku ini yang dengan seenaknya melontarkan candaan fisik ke orang yang dikenal, walau tanpa maksud mencela. Memang kadang susah juga mengendalikan yang sudah menjadi kebiasaan sik, apalagi kalau objek yang dicandakan itu adalah teman akrab sendiri. Benar kata Nina di buku ini, kebiasaan kita kalau sudah menganggap seseorang itu dekat dengan kita, otomatis kita merasa bisa seenaknya mengatakan apa yang ingin dikatakan tanpa memikirkan dampaknya.

Saya harap remaja zaman sekarang membaca buku ini agar makin banyak yang sadar kalau penampilan bukan segalanya. Ada hal-hal lain yang lebih penting daripada sekadar penampilan luarmu. Banyak baca buku, tambah pengetahuan dan wawasanmu. Seriously, otak yang seksi jauh lebih menarik daripada sekadar lekuk tubuh seksi. Otak seksi looh yaa, bukan otak mesum x))
 
Kembali membahas bukunya, satu yang paling saya sayangkan (yang juga menjadi alasan kenapa saya memberi buku ini 3.5 bintang) adalah saya tidak merasa terhubung dengan karakter utamanya. Entahlah saya tidak bisa memberikan penjelasan yang lebih spesifik kenapa, pokoknya kadang saya merasa bersimpati dengan Nina, tapi kadang juga karakternya berubah nyebelin. Saya menilai Nina sebagai pribadi yang amat sangat sensitif, drama, kadang suka pamer secara tidak sadar, juga terlalu berusaha keras agar dianggap pintar. Nah, di beberapa bagian, ketika sifat-sifat tersebut muncullah yang membuat Nina menyebalkan. Parahnya, ada di bagian menjelang akhir, bagian klimaks yang seharusnya membuat saya bersimpati (yang berhubungan dengan rambut), malah bikin saya ngakak ketika membacanya. Kejam ya? x))

Selain masalah karakter utama yang tidak bisa relate dengan saya, dan jika mengabaikan beberapa typo plus kata-kata yang tertulis double buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca. Endingnya tidak mengecewakan.

Setelah buku ini tentu saja saya juga pengin baca novel-novel YARN yang lain. Ada rekomendasi apa yang harus saya baca selanjutnya?


“Sadar atau tidak, di Indonesia ada semacam ‘tradisi’ ketika seseorang memiliki hubungan yang dekat dengan kita, maka semakin seenaknya pula dia boleh mengata-ngatai kita. Yah, mungkin di luar negeri juga seperti itu, aku kurang paham. Yang jelas, kebiasaan semacam ini mengesalkan.”

RATING 3.5/5

Jumat, 08 Mei 2015

Pengumuman Pemenang Giveaway To All the Boys I've Loved Before






Selamat siang semuanya!
Kali ini saya akan mengumumkan pemenang giveaway novel To All the Boys I’ve Loved Before. Sebelumnya saya harus meminta maaf terlebih dahulu karena baru sempat sekarang untuk mengumumkan siapa pemenangnya. Maaf sekali yaa buat yang udah nungguin.
Saya sudah membaca jawaban dari teman-teman semua yang ikutan, dan harus saya akui kalau jawaban kalian bagus-bagus. Saya sampai bingung untuk memilih pemenangnya ._. seriusan deh, saya nggak bisa menentukan yang mana yang lebih bagus jawabannya. Karena kebingungan saya itulah, kemudian saya memutuskan untuk mengundi dua pemenang dari peserta yang sudah ikutan ^^

Dan, dua peserta yang beruntung menjadi pemenang giveaway kali ini adalah...

Irmawati (@irmaa_waati)
dan
Rizcha Mawadah (@ChaEcungMochi)


Selamaaaat!!! *tebar confetti* nama kalian terpilih untuk mendapatkan To All the Boys I’ve Loved Before. Untuk peserta lainnya, jangan berkecil hati yaaa :D jangan patah semangat untuk ikutan giveaway dari host yang lainnya. Dan masih ada kesempatan untuk mengoleksi puzzle buat ikutan kuis finale ^^
Sekali lagi selamat untuk dua pemenang, tunggu email dari saya yaa :)) 

Minggu, 03 Mei 2015

[Book Review] 11 Jejak Cinta by 11 Penulis Teenlit GPU






Judul: 11 Jejak Cinta
Pengarang: Charon, Clio Freya, Dyan Nuranindya, Ken Terate, Lexie Xu, Luna Torashyngu, Mia Arsjad, Pricillia A.W., Primadonna Angela, Shandy Tan, Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 200 halaman

“Orang bilang lidah tak bertulang. Tidak, mereka salah besar. Lidah itu kaku seperti dahan kayu. Sekali dia bengkok, bakal susah diluruskan. Tak ada yang salah dengan yang bengkok. Yang bengkok mungkin saja indah. Tapi orang-orang itu hanya bisa menerima yang lurus. Yang bengkok dan menyimpang hanya buat sampingan. Hanya buat lelucon. Hanya buat diguyur tepung di acara televisi. Buat apa? Semata agar tuyul-tuyul itu bisa terbahak.”

Teenlit. Saya pikir semua orang pasti sudah amat familiar dengan lini dari Gramedia Pustaka Utama yang lahir 11 tahun silam ini. Dan, untuk menyambut ulang tahun ke-11-nya, sebelas penulis Teenlit yang namanya tidak asing lagi mempersembahkan sebuah kumpulan cerpen spesial berjudul 11 Jejak Cinta.

Seperti review kumcer sebelumnya, kali ini saya juga akan sedikit mengulas satu per satu cerpen di buku ini sebelum me-review secara keseluruhan.

Satu Pengacau Kecil – Charon
Sebagaimana cerpen pembuka, cerpen yang ditulis Charon ini ringan dan bisa jadi pernah dialami oleh mereka yang sedang membaca. Curahan hati anak remaja tentang kekesalan pada adik yang bandel dan sering menganggu kehidupannya sebagai remaja. Saya cukup terbawa emosi dan mengerti perasaan kesal yang dirasakan karakter utama. Cukup lumayan sebagai pembuka.

Berteman Cinta – Clio Freya
Cerpen ini membuktikan kalau ide cerita sederhana bisa dikemas menarik dengan gaya penulisan yang baik. Saya suka bagaimana penulis menuturkan kisahnya. Jadi penasaran dengan karyanya Clio Freya abis baca ini :D

Langit di Ujung Jendela – Dyan Nuranindya
Cerita manis nan hangat tapi tanpa diduga menyimpan kesenduan di baliknya. Porsi penceritannya pas. Sebuah cerita pendek yang utuh, tidak meninggalkan pertanyaan di benak pembacanya.

Dua Hati Menghadapi Dunia – Ken Terate
Sejauh yang sudah saya buktikan sendiri, Ken Terate tidak pernah mengecewakan saya. Begitu pula dengan cerpen ini. Ide ceritanya bikin saya tambah kagum sama mbak penulis. Gaya bercerita yang digunakan juga unik dan asyik, biasanya khas Ken Terate adalah gayanya yang kocak dan polos bahkan ketika tema yang diangkat cukup serius seperti di Dark Love. Tapi lagi-lagi sang penulis memberikan kejutan seperti ketika saya membaca cerpennya di kumpulan cerpen Cerita Cinta Indonesia. Eh iya, saya suka dengan julukan jenis-jenis dedemit yang digunakan x))

Kecelakaan – Lexie Xu
Lexie Xu adalah salah satu penulis yang saya kagumi karena kekonsistenan genre yang dia tulis. Tapi cerpen ini membuat saya sedikit kecewa, tidak ada karakter psycho di sini ._. Deskripsinya masih bikin merinding (dan mual) walaupun ide ceritanya saya kurang suka.

First Girl – Luna Torashyngu
Seklise ftv. Sepanjang cerita saya misuh-misuh dengan alurnya yang amat sangat cepat sekali. Ternyata keluhan saya terjawab di akhir cerita. Jadi... cerpen ini tuh sebenarnya... eh nggak jadi deh, nanti malah bukan kejutan lagi ;)) penasaran kan? Kan? Kan? Makanya baca bukunya dong x))

MILO – Mia Arsjad
Zaman sekarang media untuk berkenalan dengan orang asing itu mudah sekali didapat, hanya bermodal koneksi internet. Iya kalo orang asingnya baik, cakep, soleh, dan berbudi pekerti luhur, kalo modelnya kayak para perverts di Catfish kan bahaya. Salut buat mbak Mia yang mengusung ide cerita yang menjadi kekhawatiran para orangtua sekarang. Saya suka ending yang dipilih, lebih tepat lagi keputusan yang diambil oleh karakter utama. Butuh baca karya mbak Mia Arsjad yang lain!

Duniaku Kiamat! – Pricillia A.W.
Lagi dan lagi, saya terhanyut dan kebawa emosi. Awalnya sebel sama karakter Nara. Dan twist di ending yang jleb dan bikin patah hati itu membalikkan emosi saya. Jadi ikutan patah hati -__-

Bekal Istimewa untuk Pangeran – Primadonna Angela
Manissss. Salah satu yang saya favoritkan. Udah gitu aja.

Untukmu Sahabat – Shandy Tan
Cerpen paling sedih di antara yang lain. Intinya jangan sampai kesibukan aktivitasmu membuatmu melupakan sahabat terbaikmu. Atau penyesalan di akhir yang akan kamu dapati. 

Nastya – Windhy Puspitadewi
Mungkin saya akan lebih bisa menikmati cerpen ini kalau sudah baca Incognito. Selalu menyenangkan sebenarnya membaca sebuah side story dari sebuah novel.. kalau, sudah baca novelnya sendiri :D saya tidak yakin apakah ini dampak bagus atau tidak bagus, cerpen ini bikin saya jadi pengin baca Incognito x(

Pertama kali saya berkenalan dengan Teenlit adalah lewat Dealova yang sedang hits karena filmnya. Saya yang saat itu penasaran (dan kebetulan baru menuntaskan Detective Conan volume baru, juga sedang tidak ada bacaan lain) pun mencoba membaca buku yang baru selesai dibaca oleh kakak perempuan saya itu. Dan saya suka! Walaupun barulah pas SMA saya cukup mengikuti novel-novel Teenlit x))

Seiring perkembangan zaman, Teenlit menjelma menjadi bacaan wajib remaja di sekolah menengah. Formulanya pun mulai beragam. Tidak melulu masalah klise seputaran naksir kakak kelas, cewek biasa yang diperebutkan dua cowok keren, atau segudang ide basi lainnya. Ada masalah persahabatan yang diceritakan Ken Terate lewat Jurnal Jo. Seri Touché karya Windhy Puspitadewi yang berbau fantasi ala serial televisi Heroes. Tak ketinggalan genre misteri-thriller yang ditawarkan oleh Lexie Xu. Atau Teenlit tentang matematika seperti Teka Teki Terakhir-nya Annisa Ihsani.

Sayangnya semakin bertambah umur, semakin beragam pula pilihan bacaan yang saya suka. Saya mulai berkenalan dengan Metropop, young adult, distopia, dan berbagai genre lain. Dan hal tersebut agak menyingkirkan Teenlit dari jejeran buku yang saya baca. Hanya beberapa judul yang masih saya ikuti, itu pun setelah baca review yang cukup rame dari teman-teman goodreads.

Yang paling saya suka dari kumpulan cerpen ini adalah penulis-penulis cerpen di buku ini mampu saling mengimbangi satu sama lain. Tidak ada cerpen yang lebih jelek dari cerpen yang lain, yang menentukan hanyalah masalah selera pembaca. Harus saya akui saya menikmati semua cerpen di dalamnya, itulah yang menyebabkan saya bisa menyelesaikan kumpulan cerpen ini dengan waktu singkat.

11 Jejak Cinta berhasil membuat saya kembali mengingat alasan saya dulu menggemari Teenlit. Terima kasih kepada semua penulis yang telah berkontribusi. Dan saya harus mengucapkan, selamat ulang tahun untuk Teenlit, saya harap kamu akan selalu menemani dan memberi makna di kehidupan para remaja generasi-generasi selanjutnya.

“Aku... berteman dengan... buku. Mereka nggak pernah membuatku kesepian. Setidaknya mereka nggak bikin aku kepengen bunuh diri cuma gara-gara hidupku yang ngebosenin kayak kamu.”


RATING 4/5