Senin, 24 Februari 2014

[Book Review] The Help by Kathryn Stockett






Judul: The Help
Pengarang: Kathryn Stockett
Penerbit: Penguin Books
Tahun Terbit: 2011
Tebal:  534 halaman

“You is kind. You is smart. You is important.”

Enter a vanished world: Jackson, Mississippi, 1962. Where black maids raise white children, but aren’t trusted not to steal the silver…

There’s Aibeleen, raising here seventeenth white child and nursing the hurt caused by her own son’s tragic death; Minny, whose cooking is nearly as sassy as her tongue; and white Miss Skeeter, home from College, who wants to know why her beloved maid has disappeared.

Skeeter, Aibeleen and Minny. No one would believe they’d be friends; fewer still would tolerate it. But as each woman finds the courage to cross boundaries, the come to depend and rely upon one another. Each is in a search of truth. And together they have and extraordinary story to tell…

“What Baby Girl do today?”
“Tee-tee.”
“What they gone put in the history books next to this day?”
“Tee-tee.”
“What Miss Hilly smell like?”
“Tee-tee.”

Yes! Saya berhasil menyelesaikan salah satu dari timbunan yang belum saya selesaikan! 

Tema tentang “color people” memang selalu menarik untuk diikuti. Dalam bentuk buku maupun film. Terutama film sik. Buktinya hampir setiap tahun dalam nominasi ajang penghargaan film bergengsi pasti ada film yang mengangkat kisah yang punya tema “color people” ini. Contohnya yaaah tahun ini ada 12 Years A Slave salah satu film yang mendominasi berbagai nominasi ajang Oscar. Oh ya jangan lupakan film arahan Quentin Tarantino tahun lalu; Django Unchained.

Naaah, flashback ke beberapa tahun ke belakang ada juga satu film yang juga sukses besar; The Help. Dan film tersebut merupakan adaptasi dari buku ini. 

The Help berkisah dari 3 sudut pandang. Aibeleen, Minny dan Skeeter. Ketiganya punya gaya bahasa berbeda dan tidak sulit mengenali siapa yang sedang menuturkan cerita mereka masing-masing.

Awalnya saya cukup tersendat-sendat sik baca buku ini, bahasa slang-nya, karena saya belum terbiasa jadi cukup membingungkan.

Membaca buku ini menurut saya sebagai pelengkap bagi yang sudah nonton filmnya *atau juga sebaliknya*. Apalagi ada elemen-elemen yang tidak dimasukkan dan ada juga beberapa bagian yang cukup berbeda dari filmnya.

Yang paling saya suka adalah sudut pandang Minny. Apalagi ketika dia bercerita tentang Miss Celia (yang lucu dan terkadang puk-pukable) :D dan jangan lupakan adegan penting tentang “pie Minny” yang sangat saya tunggu-tunggu x)) 

Benar-benar memuaskan rasanya pas sampe ke adegan itu, nggak di filmnya nggak di bukunya, dua-duanya bikin ngakak :D Malah setelah selesai baca buku ini saya akan segera nonton ulang filmnya. Doakan saya ya! *dikira benteng takeshi!*

MEMORABLE QUOTES:
  • “I don’t know why the bad have to happen to the goodest ones.” – Hal. 101
  • “Stopping ain’t gone save us now.” – Hal. 191
  • “Things ain’t never gone change in this town, Aibeleen. We living in hell, we trapped. Our kids is trapped.” – Hal. 196
  • “If you can’t say nothing nice, then you ought not say nothing at all.” – Hal. 218
  • “When you little, you only get asked two questions, what’s your name and how old you is, so you better get em right.” – Hal. 282
  • “They say it’s like true love, good help. You only get one in a lifetime.” – Hal. 372


RATING 5/5

[Book Review] The Chronicles of Audy: 4R by Orizuka






Judul: The Chronicles of Audy: 4R
Pengarang: Orizuka
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 320 halaman

“Aku nggak berpikiran nama kamu bakal ‘Inem’ atau ‘Ijah’, tapi ‘Audy’… terlalu keren untuk ukuran pembantu.”

Kehidupan seorang Audy Nagisa sebelumnya biasa-biasa saja sampai kemudian kedua orangtuanya menjadi korban penipuan investasi bodong. Audy yang mahasisiwi Hubungan Internasional di UGM itu harus hidup pas-pasan karena jauh dari orangtua.

Padahal Audy tinggal selangkah lagi untuk meraih gelar sarjananya, tapi apa mau dikata, orangtuanya sedang tak punya uang untuk memenuhi kebutuhannya termasuk membayar uang kos yang nunggak 3 bulan.

Suatu hari Audy yang hopeless membaca iklan lowongan kerja sebagai baby sitter di surat kabar yang kemudian membuatnya merasa ditipu mentah-mentah karena selain mengurus bayi yang lebih dewasa dari usianya, dia juga dijadikan pembantu di rumah aneh yang dihuni 4 bersaudara yang sama anehnya: Regan, Romeo, Rex dan Rafael.

Maka dimulailah kisah hidup Audy bersama 4R.

“Populer nggak ada artinya kalau nggak sehat.”

Dari (kalau tidak salah) 20 karya Orizuka, baru buku ini yang sudah saya baca. Sebenarnya udah lama pengen nyoba baca buku ini tapi pesona buku ini selalu kalah dengan pesona buku inceran, jadinya ketunda terus deh (-__-).

Ternyata saya sama sekali nggak nyesel sudah memutuskan untuk membaca buku ini. Kisah buku ini menghanyutkan (dan manisssssss tentunyaaa :D). Karakter utamanya; Audy, benar-benar menarik, saya suka ketika Audy menggambarkan isi hatinya di dalam narasinya.

Membaca buku ini seperti sedang menonton drama Korea. Atmosfernya sama. Apalagi tema satu cewek yang dikelilingi cowok-cowok keren itu memang formula yang sangat sering dipakai di drama Korea. Tapi nggak sampai membuat buku ini jadi ke-Korea-Korea-an loh ya. Cuma atmosfernya yang mirip.

Dari keempat klan 4R, yang menjadi favorit saya adalah si kecil Rafael. Yang lain juga punya keunikan-keunikan yang menonjol sik *terutama Romeo (_ _”)*, tapi sifat cool dan jutek Rafael beneran ngegemesin xD.

Buku ini cocok dibaca buat kalian yang sedang butuh bacaan ringan dan manis-manis. Dan bersiap-siap jatuh cinta dengan klan 4R ;))

Pesan buat penulisnya: si Audy dibikinin akun twitter dong. Pasti rame kalo tiap hari baca twit curhatan Audy tentang keajaiban para 4R.

Eh satu lagi yak pesannya: sekuelnya cepetan terbit doooong… x))

“Kata orang, cara paling ampuh untuk melupakan patah hati adalah dengan menemukan penggantinya. Dalam kasusku—persis kata Ibu—cara paling ampuh adalah dengan membereskan apa pun yang bisa dibereskan.”

RATING 4/5


[Book Review] Marriageable by Riri Sardjono





Judul: Marriageable
Pengarang: Riri Sardjono
Penerbit: GagasMedia
Tahun Terbit: 2013 (cetakan ketujuh)
Tebal: 358 halaman

“Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?!”
“Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!”

Flory. Seorang arsitek yang akan segera berusia 32 tahun dan masih berstatus lajang. Karena itulah ibunya berusaha menjodohkan Flory dengan anak kenalannya
.
Sebenarnya Flory tidak terlalu memikirkan pernikahan. Dia punya sahabat-sahabat setia yang mau mendengar keluh kesahnya. Apalagi dia masih trauma dengan sesuatu yang namanya cinta sejak berpisah dengan mantan pacar terakhirnya.

Kemudian dia berkenalan dengan Vadin. Laki-laki yang dijodohkan dengannya. Vadin yang selalu bertemu dengan Flory secara tidak sengaja setelah pertemuan pertama mereka. Vadin yang menunjukkan ketertarikan pada Flory. Vadin yang ingin menikahinya karena Flory adalah orang yang bisa membuatnya tertawa.

Flory pun bimbang. Di satu sisi dia masih ingin menikmati masa lajangnya. Dia juga menganggap alasan Vadin sangat konyol. Tapi di sisi lain Flory takut kalau Vadin adalah satu-satunya kesempatannya untuk bisa menjadi seorang istri. Pilihan apa yang diputuskan Flory? Bagaimana Flory menghadapi pilihannya itu? Silakan baca kisah selanjutnya di Marriageable.

“Pernikahan adalah waktu yang terlalu lama untuk cinta.”

Ada yang menganggap sinopsis di atas spoiler? Tidak juga kok, malah yang saya ceritakan itu hanya seperempat ceritanya. Trust me, kisah hidup Flory masih akan panjang. Lagipula konflik utamanya bukan itu kok ;))

Buku ini benar-benar berhasil menyampaikan isi hati para wanita dewasa yang masih single. Saya suka dialog-dialognya yang “tajam”, quotable dan tak jarang bikin ngakak.

Ceritanya juga nggak berat-berat amat kok, dan gaya bahasanya mengalir. Itulah yang membuat saya berhasil menuntaskan buku ini dalam satu hari saja. By the way, Setelah membaca buku ini, saya jadi yakin kalau bukan hanya cinta yang dibutuhkan di dalam pernikahan.

Banyak karakter-karakter di buku ini yang loveable terutama sahabat-sahabat Flory. Untuk Flory sendiri, walaupun loveable, terkadang juga bikin geregetan dengan sikapnya yang nggak mau jujur dengan dirinya sendiri. 

Marriageable direkomendasikan untuk semua orang yang menyukai genre buku romance (yang sudah dewasa ya, karena labelnya “Novel Dewasa”), terutama untuk orang-orang yang hobi nanya “Kapan nikah?” atau yang berbaik hati ngejodoh-jodohin teman/keponakan/…*isi sendiri* yang masih single :D

MEMORABLE QUOTES:
  • “Kalau kami memutuskan untuk mengirim kartu ucapan terima kasih untuk kaum Adam sedunia, apa kalian mau berhenti mengungkit-ungkit tentang kedermawanan kalian sebagai donor tulang?” – Hal. 24
  • “Tapi move on? Bagaimana caranya? Kalau hanya sekadar melangkah, aku tahu caranya. Namun, menghentikan kemarahan, menghilangkan ketakutan, dan sebuah penilaian yang tertanam jauh di dasar kepalaku, itu yang aku tidak tahu bagaimana caranya.” – Hal. 28
  • “Cinta bukan seni. Cinta adalah taktik dagang. Apa yang elo lakuin tadi adalah bagian dari advertising.” – Hal. 37
  • “Materi memang dilema dalam sebuah rumah tangga. Kalau miskin, orang-orang akan bercerai karena kekosongan materi. Tapi kalau kaya, orang-orang akan bercerai karena kekosongan yang ditimbulkan dari kesibukan mencari materi. Mungkin hidup sebaiknya sedang saja. Tapi, well, BMW memang selalu menggoda dari balik kemudi Kijang.” – Hal. 53
  • “Fokus sama apa yang elo mau raih dalam hidup lo, bukan sama ketakutan lo.” – Hal. 75
  • “Perempuan memang amazing. Bahkan dalam niat jahatnya kita masih sangat penyayang.” – Hal. 173
  • “Kadang-kadang aku pikir sahabat sudah cukup untuk mengisi hidup kita. Lelaki memang menyenangkan. Tapi seperti orang bilang, lelaki datang dan pergi dalam hidup kita. Sementara sahabat seperti bekas cacar air. Menyebalkan, tapi akan selalu ada di sana.” – Hal. 279
  • “Teman bukan something waiting home for us, Honey.” – Hal. 327

RATING 4.5/5

[Book Review] Little Stories by Adeste Adipriyanti, dkk.






Judul: Little Stories
Pengarang: Adeste Adipriyanti, Faye Yolody, Rieke Saraswati, Rinrin Indrianie, Vera Mensana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 264 halaman

“Aku tak boleh lupa, ketika aku bersedia menjadi istri Gelar, artinya aku juga menikahi mama mertua beserta brongkosnya.”

Kumpulan cerpen ini terdiri dari 4 tema yang penulisnya “menyumbang” satu cerpen di setiap tema. Tema-tema tersebut adalah: kuliner, prompter, demonstrasi dan tema bebas.

Tema Kuliner : (Gohu Buat Ina, Bakcang Terakhir, Brongkos Mertua, Sup Suzie, Semangkuk Bakso Tahu)
Overall semua cerpennya menarik tapi saya kurang suka dengan cerita Bakcang Terakhir *ide ceritanya ya, bukan gaya penulisannya*, ada juga yang terlalu misterius (Sup Suzie). Dan cerpen favorit saya di tema ini adalah cerpen yang berjudul Semangkuk Bakso Tahu yang menguras emosi dan “Brongkos Mertua”.

Tema Prompter: (Pisau, Lemparkan Saja Ke Sungai, Melankolia, Sang Ilalang, Serunya Membunuh Orang Gila)
Tema prompter adalah tema yang kalimat awalan dari cerpennya telah ditentukan. Dan ada 2 kalimat awalan di tema ini. Keduanya amat sangat menarik. Dan cerpen favorit saya adalah cerpen terakhir; “Serunya Membunuh Orang Gila” yang ditulis oleh Faye Yolody.

Tema Demonstrasi: (Teror di Kaki Bukit, Menunggu Ayah, Surat yang Tak Pernah Selesai, Aparat, Firasat Sang Ayah)
Di tema ini cerpen yang berjudul “Aparat”-lah yang paling saya suka. Cerpen ini membawa pembacanya melihat peristiwa demonstrasi dari sudut pandang para aparat. Dan cerpen lain yang menurut saya unik adalah “Teror di Kaki Bukit” yang menceritakan demonstrasi dalam bentuk yang amat berbeda.

Tema Bebas: (Nama Untuk Raka, Berdua Saja, Pasien, Lorong, 12 Juli)
Dari keempat tema, tema inilah yang paling saya sukai. Cerpen-cerpennya semuanya punya ide cerita menarik. Dua paling favorit adalah “Nama Untuk Raka” dan “12 Juli”.

“Orang miskin seperti kami seharusnya memang tidak perlu sakit.”

Saya sangat kagum dengan kelima penulis yang berkontibusi di dalam kumpulan cerpen ini. Saya tidak tahu pasti apakah buku ini merupakan karya pertama mereka, tapi jika memang iya bagi saya pribadi tulisan mereka menjanjikan sebagai karya debut.

Semua cerpennya ditulis dengan sangat baik, kalimat-kalimatnya enak dibaca dan yang penting adalah tulisan mereka masing-masing punya karakter tersendiri. Yang paling mudah dikenali adalah tulisan mbak Rieke Saraswati. Walaupun cerpen-cerpennya yang absurd itu bukan selera saya. Tapi justru karena cerpen-cerpen absurdnya, mbak Rieke telah berhasil menonjolkan karakter tulisannya.

Cover-nya oke, dominasi warna hijaunya bikin adem. Typo-nya juga tidak terlalu banyak yang saya temukan. Cuma sedikit heran dengan label “Metropop” yang diberikan untuk kumcer ini. Menurut saya sik, kurang cocok. Karena cerpen-cerpennya jauh sekali dari kesan metropop *yah walaupun ada beberapa yang cukup cocok dengan label itu*, apalagi kalau dibandingkan dengan kumcer metropop yang pernah saya baca: Autumn Once More.

MEMORABLE QUOTES:
  • “Tujuh ribu pun terkadang mahal saat kau tak bisa membelinya.” – Hal. 74
  • Lha wong tempat tinggal orang yang masih hidup saja bisa digusur, apalagi yang sudah mati?” – Hal. 151
  • “Semua yang menyangkut kehidupan manusia bukanlah urusan kecil.” – Hal. 193
  • “Ternyata menjadi manusia, gila ataupun tidak, selalu dibatasi segala sesuatu.” – Hal. 207

RATING 4/5