Selasa, 03 Februari 2015

[Book Review] Stolen Songbird by Danielle L. Jensen






Judul: Stolen Songbird (The Malediction Trilogy #1)
Pengarang: Danielle L. Jensen
Penerbit: Fantasious
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 496 halaman

“Mata biru dan rambut merah
Kunci dari gairah.
Suara bak malaikat dan tekad kukuh
Dan penyihir gelap akan bersimpuh.
Kematian mengikat dan ikatan mematahkan
Mentari dan rembulan bersatu demi keselamatan.
Pangeran kegelapan, putri terang,
Ikatan membawa ajal penyihir menjelang.
Tarikan napas pertama mereka,
Kala pertama sang penyihir terjerumus nestapa.
Persatukan dua nama dalam syair
Dan kutukan pun akan berakhir.”

Itulah bunyi ramalan yang dipercaya bisa menjadi kunci mematahkan kutukan penyihir yang melingkupi Kota Trollus selama lima abad. Kutukan yang membuat troll yang tinggal di Trollus tidak bisa keluar dari Gunung Terlupakan.

Cécile de Troyes punya impian untuk bernyanyi di pangung-panggung megah di Trianon. Tinggal selangkah lagi bagi Cécile untuk mengejar impian, meninggalkan Coshawk’s Hollow ke Trianon ketika dia diculik oleh laki-laki bernama Luc.
Cécile diculik untuk dijual kepada raja troll di Trollus. Dia dianggap memenuhi kriteria untuk mematahkan kutukan di Trollus, dengan cara mempertalikannya dengan pengeran negeri troll tersebut, Tristan.

Tristan yang angkuh dan sangat meremehkan ras manusia membuat Cécile muak, tapi Cécile tidak bisa menolak kala dia dipertalikan dengan Tristan. Pertalian itu tidak membuat kutukan tersebut hilang dalam sekejap. Tapi pihak kerajaan masih optimis kalau Cécile mampu membantu mereka.

Cécile menganggap hidupnya telah hancur, impiannya lenyap. Dia harus hidup sebagai putri sekaligus istri pewaris tahta kerajaan. Namun perlahan Cécile menemukan satu demi satu rahasia Trollus, dan dia sadar jika dia melibatkan diri, dia harus bersiap kehilangan apa yang pernah dimilikinya. Selain itu Cécile juga mulai jatuh hati pada Tristan, tapi bagaimana mungkin Cécile bisa jatuh cinta pada pangeran troll angkuh itu? Bahkan walaupun Tristan sangat tampan, hal itu tidak mengubah fakta bahwa Tristan adalah seorang troll.

“Kecantikan bisa diciptakakan, pengetahuan bisa diperolah, tapi bakat tidak bisa dibeli ataupun diajarkan. Dan kau punya bakat, anakku sayang. Begitu kau berdiri di panggung dan bernyanyi, seluruh dunia akan mencintaimu.”

Sebelumnya terima kasih kepada mbak Nadya, penerjemah buku ini yang sudah memberikan saya buku ini gratis melalui kuis :D saya penasaran sekali dengan buku ini karena banyak review positif yang saya baca, selain itu buku ini juga menjadi salah satu nominasi kategori Best Debut Goodreads Author di Goodreads Choice Awards 2014.

Saya akui menjadikan seorang troll sebagai salah satu karakter utama adalah ide yang unik. Sebelum membaca buku ini bayangan saya tentang troll adalah seperti yang muncul di trilogi The Lord of The Rings, bertubuh besar dengan wajah buruk rupa, atau seperti troll di Frozen yang imut dan pandai bernyanyi. Tidak pernah sebelumnya saya membayangkan kalau troll menyerupai manusia, bahkan ada yang berwajah menawan.

Tapi ketika membaca buku ini, ada beberapa hal yang mengganggu saya. Pertama, saya sudah terlanjur tidak menyukai karakter Cécile sejak adegan dia diculik oleh Luc. Saya tidak bersimpati dengan kejadian buruk yang dialaminya. Begitu juga dengan Tristan, saya juga tidak menyukai karakter Tristan. Mungkin karena sudut pandang yang digunakan buku ini adalah sudut pandang pertama, bergantian antara Cécile dan Tristan dengan porsi Tristan yang sangat sedikit. Bisa jadi disebabkan ketidaksukaan saya pada jalan pikiran mereka yang kemudian membuat saya tidak suka dengan dua karakter sentral buku ini.

Jadi begini, ketika saya membaca buku ini saya juga membaca buku lain yaitu I For You-nya Orizuka. Saya amat sangat yakin kalau Orizuka menggunakan sudut pandang pertama melalui karakter Princessa atau Surya, saya pasti akan benci dengan kedua karakter tersebut. Apalagi karakter Princessa, dengan sifat “polos”-nya yang ketika bagian awal sudah terkesan menghina Surya dengan sebutan “miskin”. Tapi karena Orizuka menggunakan sudut pandang ketiga, saya malah menemukan kalau karakter Princessa itu polos, justru kepolosannya menjadikan dia lucu dan menggemaskan :D See? Menurut saya, saya akan lebih menyukai Stolen Songbird kalau sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang ketiga.

Kedua, banyak pertanyaan yang muncul ketika saya membaca buku ini. Misalnya “Apa yang membuat Tristan begitu tampan dan bukan berwujud ‘aneh’ mengingat sang raja digambarkan tidak begitu menarik dan sang ratu yang punya wujud ‘aneh’? Dan apa sebenarnya yang menyebabkan ada troll berwujud aneh dan ada yang berwujud sempurna? Apakah gen, keturunan atau takdir?” atau “Bagaimana kekuatan sihir ini didapatkan, dan apa yang menjadi pembeda kemampuan sihir masing-masing?” atau yang tak kalah nggak penting: “Bagaimana troll berkembang biak, apakah sama seperti manusia atau membelah diri?”. Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang lainnya. Memang nantinya pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab, tapi secara amat perlahan. Dan ketika saya mendapatkan jawaban tersebut, yang ada saya sudah tidak berminat lagi untuk mengetahuinya -____- Sekali lagi, jika menggunakan sudut pandang ketiga mungkin hal-hal mendasar tersebut dapat dijelaskan di bagian awal, bukannya harus menunggu “momen yang tepat” terlebih dahulu.

Ketiga, buku ini punya potensi sebenarnya. Ide ceritanya sudah menarik, elemen pendukungnya juga. Seperti sihir, ada intrik politiknya dan saya juga “mencium” bau pemberontakan sedari awal. Tapi yang ada saya malah kecewa karena harapan akan adanya pemberontakan atau konspirasi besar yang dilakukan hanyalah harapan kosong belaka. Nyatanya ya, bisa dibilang isi buku ini hampir 90% berisi tentang kelabilan Cécile dan kegalauan Tristan. Atau, kegalauan Cécile dan kelabilan Tristan. Itu membuat saya geregetan dan tidak sabar untuk segera menyelesaikan buku ini.

Terakhir, universe-nya tidak dibangun dengan rapi, kalau menurut saya. Setting Trollus-nya sudah digambarkan dengan baik sik, tapi sampai saya selesai baca buku ini saya tidak mengetahui kapan tepatnya kejadian di buku ini berlangsung, pada zaman apa? Yang jelas bukan zaman batu, karena sudah mengenal tulis-menulis, novel dan wig x)) 

Tapi untungnya buku ini terselamatkan dari 2 bintang karena endingnya. Saya suka endingnya. Saya bahkan agak penasaran dengan kelanjutan kisahnya *damn you Cécile x))*. Selain itu, saya suka dengan judulnya, kavernya juga lumayan walaupun saya lebih suka kaver asli. Dan terjemahannya juga tidak buruk. Karena buku ini saya jadi tahu beberapa kata yang sebelumnya tidak saya tahu, bahkan saya tidak tahu kalau kata “afair” itu ada di dalam KBBI. 

Saya jadi ingin baca buku fantasi terbitan Fantasious yang lain :D ditunggu Game of Thrones-nya yak Fantasious! ;))

“Yang muda yang jatuh cinta, mereka semua bodoh. Troll maupun manusia, sama saja.”


RATING 3/5

2 komentar:

  1. Well... my thought exactly, lol! Yang tentang kenapa Tristan ganteng sementara bapaknya ngga, itu karena genetis. Tapi terus terang aku juga ga sreg sama issue genetis ini. Karena kalau tahu asal usul troll (yang aslinya juga troll ini cuma istilah), maka harusnya gen mereka beda sama manusia biasa, dan perkawinan darah murni biasanya malah bikin tambah kuat bukannya deformed.

    Settingnya aku setuju kurang kuat...dan yah khas YA lah kalau tokohnya labil2 gimana gitu =))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Ren, aku ngiranya dari yang pas ada adegan Cecile ngeliat foto raja masih muda itu :D tapi pas baca adegan itu udah nggak penasaran lagi -__-

      Emang banyak juga karakter YA yang labil sih, tapi yang ini labilnya nyebelin x((

      Hapus