Minggu, 22 Januari 2017

[Book Review] The Ice Twins: Si Kembar yang Tertukar?






Judul: The Ice Twins
Pengarang: S.K. Tremayne
Penerbit: HarperCollins UK
Tahun Terbit: Januari 2015
Tebal: 384 halaman (e-book)


“My dad even gave them a nickname: the Ice Twins. Because they were born on the coldest, frostiest day of the year, with ice-blue eyes and snowy-blonde hair. The nickname felt a little melancholy: so I never properly adopted it. Yet I couldn’t deny that, in some ways, the name fitted. It caught their uncanniness.”


Sarah dan Angus Moorcraft kehilangan salah satu putri kembar mereka, Lydia pada tragedi menyedihkan. Setahun setelah kejadian itu, mereka memutuskan untuk mengajak putri mereka yang selamat Kirstie (ingat ya, KIRSTIE bukan KRISTIE, karena jujur saya baru sadar setelah kelar baca bukunya xD), meninggalkan hiruk-pikuk kota London dan pindah ke pulau pribadi yang diwarisi Angus dari neneknya, Torran Island untuk memulai kembali kehidupan rumah tangga mereka dari awal.

Sudah sejak lama sebenarnya Sarah menyadari gelagat berbeda yang ditunjukkan oleh Kirstie. Ada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan olehnya yang mengingatkan Sarah pada kebiasaan Lydia. Namun dia menganggap kalau hal tersebut hanya akibat ikatan yang tetap kuat antara saudara kembar meski salah satunya telah tiada.

Puncaknya, suatu hari Kirstie protes pada Sarah karena terus-terusan dipanggil Kirstie padahal dia adalah Lydia, dan Kirstie telah meninggal dunia. Kirstie dan Lydia memang kembar identik, susah untuk membedakan jika hanya dari tampilan. Selama ini mereka menggunakan cat kuku yang terus dipoles jika sudah mulai luntur dengan warna kuning dan biru. Atau memakaikan benda khusus pada pakaian/aksesori yang si kembar kenakan. Kuning untuk Lidya, dan biru untuk Kirstie. Secara kebetulannya, saat tragedi tersebut terjadi, si kembar mulai memaksa untuk punya style yang sama. Dan tepat di hari itu, pakaian yang mereka kenakan juga serupa.

Semenjak pernyataan Kirstie yang mengejutkan tersebut, Sarah mulai meragukan banyak hal, terutama apakah dia dan Angus telah salah mengidentifikasi putri kembar mereka sendiri? Benarkah demikian?


“Why do you keep calling me Kirstie, Mummy? Kirstie is dead. It was Kirstie that died. I’m Lydia.”


Saya pernah menyinggung soal salah satu postingan Mbak Jia Effendie tentang unreliable narrator di review The Girl on the Train yang saya tulis sebelumnya. Pada postingan di blognya tersebut Mbak Jia merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Saya yang penasaran lalu mengajak Mbak Vina, pemilik blog orybooks.com untuk memulai project baca bareng buku ini soalnya Mbak Vina juga pencinta buku sakit seperti saya x)

The Ice Twins dibuka dengan tenang dan alur yang lambat di mana pembaca mulai diperkenalkan pada satu per satu tokohnya dan pada premis besarnya. Tensi ketegangan semakin meningkat kala pembaca sampai di bagian ketika Sarah menumpahkan kecurigaan-kecurigaannya pada peristiwa kematian Lydia, pada Kirstie yang tingkahnya semakin aneh, dan pada suaminya sendiri. Kecurigaan-kecurigaan Sarah ini cukup menyiksa saya selaku pembaca, namun hal ini malah semakin membuat saya penasaran pada kebenaran yang sebenar-benarnya.

Selain pov Sarah, terdapat juga selingan point of view ketiga yang “mengikuti” sang suami, Angus. Di bagian-bagian tertentu penggunaan pov ini saya merasakan sedikit kebosanan sih. Tapi setidaknya, saya bisa rehat sejenak dari ketularan suudzon-nya Sarah x) saya bisa lebih bisa menaruh sedikit kepercayaan saya. Errr.... agak lebay ya? .___.

Menurut saya, bagian paling seru sekaligus seram di buku ini adalah saat rasa curiga Sarah semakin menjadi-jadi sampai membuat saya ketakutan sendiri. Tapi, yang juga tak kalah seru adalah bagian menjelang ending-nya, ketika segala hal menemukan titik terang, tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Lydia dan Kristie di hari naas itu, kenapa tragedi itu bisa terjadi.

Menyebut-nyebut buku ini punya unreliable narrator agak spoiler sebenarnya, karena julukan itu bisa dibilang termasuk dalam elemen kejut yang dimiliki bukunya. Saya sadar, dari awal tokoh Sarah memang sudah mencurigakan, namun selama belum dikonfirmasi oleh penulisnya, ya, kecurigaan saya hanya berwujud sebagai dugaan-dugaan xD. Tenang, meskipun paragraf ini terkesan spoiler, saya yakin kalau kamu memutuskan untuk membaca The Ice Twins setelah ini, kamu masih akan terkejut ;)) Dan hebatnya, tahu tidak? Bahkan di bab terakhirnya saya tetap dibikin terkejut! Sialan benar! Benar-benar sialan!

5 bintang deh untuk kegilaan yang mengakibatkan adanya diskusi (agak) panjang dengan Mbak Vina setelah kami selesai membaca. Karena sungguh, banyak sekali yang harus dibahas lebih lanjut mengenai buku ini (yang tidak bisa saya bahas di review ini karena akan terlalu spoiler). Banyak sekali.


“Because the truth was too much and so my lies became truth. Even for me. Especially for me.”

 

3 komentar:

  1. Buku ini sangat-sangat menarik dengan konflik pembuka yang sederhana. Sayang sekali, kayaknya belum ada terjemahannya.

    BalasHapus
  2. kalo sk mereview buku gini kenapa ga ngirim ke media massa aja? nulis resensi di media massa itu singkat, ga perlu panjang lebar.

    BalasHapus