Judul: Kata
Kota Kita
Pengarang: 17 Penulis Terpilih Gramedia Writing Project
Batch 1
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 272 halaman
“Akar segala
kejahatan adalah cinta akan uang.”
Buku kumpulan cerpen ini merupakan karya
keroyokan 17 penulis pendatang baru yang merupakan penulis terpilih pada Gramedia Writing Project Batch 1. Bagi yang
belum tahu apa itu Gramedia Writing
Project atau biasa disingkat GWP,
yaitu seleksi pencarian bakat penulis, dimulai sejak tahun 2013 oleh penerbit
Gramedia Pustaka Utama.
Beberapa penulis yang berkontribusi di dalam
buku ini bisa dibilang ada yang sudah saya kenal walau tidak secara langsung. Ada
yang saling follow-follow-an dan
berbalas mention di twitter. Ada yang sama-sama anggota BBI.
Ada pula yang sering saya kunjungi blog,
akun wattpad, atau akun gwp mereka. Mungkin itu juga yang
menjadi salah satu faktor yang membuat saya tertarik untuk membaca buku ini.
Karena rasanya tidak adil kalau di review ini saya hanya membahas
cerpen-cerpen yang saya suka, dan karena hampir semua cerpennya favorit saya,
rasanya nanggung jika tidak saya bahas satu per satu :D
“Masa lalu bisa
berdampak buruk bagi dua orang yang menyimpan cinta dengan ragu. Harusnya mereka
membicarakan rencana masa depan, bukan kenangan.”
Ora – Ayu Rianna
Dibuka dengan cerpen klise, tapi ditulis
dengan baik. Di cerpen ini penulis berhasil membawa saya ikut menikmati suasana
Pantai Ora yang terkenal dengan keindahannya itu.
Berlari ke Pulau
Dewata – Cindy Pricilla
Berbeda dengan cerpen pertama yang agak
serius, cerpen kedua ditulis dengan gaya kocak dan menggelitik. Bukan termasuk
yang ‘wah’, tapi cukup menghibur.
Ditelan Kerumunan
– Djan Fraumi
Aneh. Dialog antar tokohnya nyeleneh. Apalagi dialog
karakter Lindung. Kalau saya yang jadi Raga, pasti udah rada takut deh sama si
Lindung ini x)). Gaya ngomongnya ... nggak seperti gaya bahasa yang dipakai
orang pada umumnya. Sebenarnya isu yang berusaha diangkat penulis cukup
menarik, cuma mengemas isu tersebut yang kurang. Terus menurut saya sik, sudut
pandang yang dipakai kan sudut pandang orang pertama, tapi saya ngerasanya
kayak baca dari sudut pandang orang ketiga.
Cinta dan
Secangkir Cokelat Hangat – Dwi Ratih Ramadhany
Rada maksa. Di awal saya pikir bakal menarik,
karena saya mengira sudut pandang yang digunakan melalui sebuah benda di dalam
atau di luar kafe. Ternyata si aku-nya adalah kota Malang itu sendiri -___-. Lagian
si aku-nya ini maksa bener ngejodohin (lagi) Larisa sama Ragil. Sampe saya jadi
kasian sama Gilang :(. Just not my cup of
tea, I guess :))
“Let the Good
Times Roll!” – Emha Eff
Cerpen dengan pesan moral yang baik. Saya suka!
Sparks – Emilya Kusnaidi
Udah baca Romansick? Nah cerpen ini bisa
dibilang spin-off dari novel
tersebut. Saya tidak akan membocorkan ceritanya, yang jelas saya sukak pake
banget! Feels-nya itu loh, bisa
tersampaikan dengan baik. Jadi ikutan patah hati :(. Dan judulnya, kok bisa sik
mbak Emilya kepikiran judul catchy
macam Romansick dan Sparks? Buat mbak Emilya, saya jadi penasaran dengan tulisan-tulisanmu selanjutnya,
ditunggu yaa ;))
Mamon, Cintaku Padamu
– Idawati Zhang
I love love this
short story. Berbeda dengan cerpen-cerpen sebelumnya, di
sini penulis menuturkan kisah yang lebih dewasa dan ber-genre drama keluarga. Yang
saya suka adalah bagaimana cara mbak Idawati*sok kenal* membuat kalimat di awal
nantinya akan berhubungan dengan kalimat di akhir cerita.
Sunflower – Lidya
Renny Chrisnawaty
Kisah yang manis getir. Cukup oke walau saya
sudah bisa menebak akan ke mana arah ceritanya bergulir.
Frau Troffea –
Lily Marlina
Di awal cerpen ini terasa menjanjikan, mengambil
tema besar tentang misteri menyeramkan di Prancis tahun 1518. Cuma mengecewakan
di akhir karena ending-nya yang ‘gitu
doang’. Mungkin salah saya juga yang berekspektasi terlalu tinggi. Tapi serius,
saya mengharapkan ending yang lebih ‘nendang’.
Dan saya percaya kalau penulisnya bisa melakukan yang lebih baik lagi. Sayang sekali.
Asing – Marisa Jaya
Unexpected! One of
my favorites ;))
Bukan Sebuah
Penyesalan – Orinthia Lee
Kagum dengan kelihaian Orin dalam penggunaan
sudut pandang cerpen ini, dan hal tersebut bikin rasa penasaran saya meningkat.
Pohon dan Cinta –
Putra Zaman
Saya suka cerpen ini bukan karena faktor
Palembang-nya loh ya ;)) kisahnya sederhana tapi ngena banget. Apalagi ending-nya.
Di Balik Tirai
Rindu – Rizky Noviyanti
Cerpen yang memainkan perasaan saya. Tapi saya
tidak bisa menerima twist-nya begitu
saja. Sedikit kurang masuk akal.
Bulungan – Tj Oetoro
Agak mirip dengan cerpen sebelumnya, tapi yang
ini twist-nya cukup bisa diterima.
Ankara di Bawah
Purnama – Tsaki Daruchi
Mindblowing adalah kata yang
tepat untuk menggambarkan cerpen ini. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul pun
terjawab semua di akhir. Saya langsung bengong seketika setelah mengetahui
semua fakta mengejutkan yang sebelumnya berhasil disimpan sang penulis
rapat-rapat. Well done, Tha! :D
Jakarta – Yatzhiar
Nao
Saya bingung dengan apa sebenarnya yang ingin
disampaikan penulis lewat cerpen ini. Bahwa perselingkuhan itu bisa juga
berakhir manis? -__- bukan favorit saya, mungkin cuma masalah selera.
Amerta – Yulikha Elvitri
Menegangkan di sepanjang cerita, tapi
lagi-lagi agak kecewa dengan ending-nya.
Judul yang dipilih menarik, saya langsung googling
kata “amerta” yang ternyata berarti “ketidakmatian, tidak dapat mati, abadi”. Cocok
dengan apa yang dikisahkan di cerpen.
“Cinta itu kayak
tanaman, Re, semakin kamu pupuk akan makin subur. Tapi coba bayangin kalau
tanaman yang kamu pupuk itu tanaman yang salah. Dia memang akan tetap tumbuh,
tapi akan jadi pohon yang nggak kamu harapkan.“
Pujian pertama harus saya berikan pada Gramedia
Pustaka Utama dengan project GWP-nya.
Menurut saya ajang pencarian menemukan bakat-bakat penulis baru dan membantu
mengembangkan potensi mereka patut diapresiasi. Indonesia butuh lebih banyak
penulis berkualitas lagi untuk semakin memajukan dunia perbukuan kita. Dan saya
melihat banyak potensi dari penulis-penulis yang berkontribusi dalam kumpulan
cerpen ini.
Pujian selanjutnya buat yang mendesain
kavernya. Juga buat para editor yang telah melakukan pekerjaannya dengan baik. Yah,
walaupun tidak sepenuhnya sempurna karena masih ditemukan beberapa typo, tapi overall bukunya rapi.
Pujian terakhir tentu saja buat ke-17 penulis
buku ini. Seperti yang saya bilang tadi, mereka sangat berpotensi untuk bisa
menjadi the next Indonesian Idol
penulis idola di Indonesia.
RATING 4/5
Wah, asyik! Ternyata lengkap banget riviunya, Bo. Thanks banget ya :D
BalasHapusHehehe iya nih, tumben lagi kerasukan mood rajin buat bikin review x))
HapusSama-sama Utha :)
Woh! Riviunya tiap cerpen! Makasih, ya, Kak Abo. ^^
BalasHapusSama-sama :))
Hapus