Judul: Above the Stars
Pengarang: D. WIjaya
Penerbit: Ice Cube
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 248 Halaman
“Aku takut
tidak bisa melihat selamanya.”
Sejak lahir, yang bisa dilihat oleh Danny Jameson
hanyalah kegelapan. Ya, Danny mengalami kebutaan sejak lahir. Dia bersekolah di
sekolah biasa walaupun kadang sering diganggu oleh bullies di kelasnya.
Beruntung Danny punya Mia Berry, sahabatnya
sejak kanak-kanak yang sifat protektifnya menyamai kedua orangtua Danny. Lalu
hadirlah murid pindahan di kelas mereka bernama Will Anderson. Berteman dengan Will membuat Danny memandang
dunia dari cara yang berbeda. Dengan Will setidaknya Danny bisa merasa
‘normal’, dia punya kesempatan untuk bisa melakukan hal-hal yang dulu dianggap
tidak mungkin oleh Danny lantaran keterbatasan fisiknya. Termasuk 3 keinginan
yang telah dijanjikan untuk dikabulkan oleh Will.
Danny mulai merasakan perasaan spesial di
hatinya ketika bersama dengan Will, namun sayang, sejak kejadian terkait dengan
salah satu keinginan Danny, Will mendadak menghilang.
“Bagiku,
‘dulu’ adalah kata yang dipakai sebagai pengantar untuk menjelaskan bahwa
sekarang keadaan sudah berubah.”
Hoje Eu Quero Voltar Sozinho atau lebih
dikenal dengan judul The Way He Looks, merupakan film coming of age yang berasal dari Brazil. The Way He Looks awalnya adalah
film pendek yang berjudul I Don’t Want to Go Back Alone. Walaupun ada beberapa
perubahan dalam perkembangan cerita di versi panjangnya, secara garis besar The
Way He Looks tidak melenceng jauh dari film pendeknya.
Bercerita tentang seorang remaja yang buta
sejak lahir, Leonardo, yang hidupnya berubah sejak mengenal siswa pindahan di
kelasnya Gabriel, The Way He Looks sukses menyentuh saya dengan kemanisan ceritanya.
Kenapa saya menulis tentang film tersebut di
awal review ini? Karena sinopsis buku ini tidak bisa dimungkiri mengingatkan
saya pada film itu, pun begitu ketika saya membaca di bagian-bagian awal. Dan
by the way, penulisnya sendiri sudah
mengonfirmasi kalau dia belum menonton film asal Brazil itu dan kaget dengan kemiripan keduanya.
Bahkan kalaupun terinspirasi dari film
tersebut juga tidak masalah sih karena beberapa karya dari Tere Liye, salah
satu penulis favorit saya, ada juga yang terinspirasi dari film/buku. Seperti
Moga Bunda Disayang Allah (dari film Bollywood “Black”, yang keduanya sama-sama
terinspirasi dari kisah hidup Helen Keller), Ayahku (bukan) Pembohong (dari
buku “Big Fish”. Saya belum baca bukunya sih, baru nonton filmnya doang). Plus
ada satu adegan dalam Rembulan Tenggelam di Wajahmu yang mengingatkan saya pada
salah satu scene film Bollywood
“Mohabbatein”.
Tapi cukup membahas kemiripan-kemiripannya, selanjutnya
saya hanya akan membahas apa yang saya suka dan apa yang menurut saya agak
mengganggu ketika membaca Above the Stars.
Pas pertama kali baca sedikit tidak
menyangka sih kalau setting dan karakter buku ini bukan asli Indonesia, yang
artinya buku ini diceritakan dengan cita rasa terjemahan tapi kadang masih
berasa ke-Indonesia-an.
Saya salut dengan penulis yang mengangkat isu LGBT
untuk novel remaja. Saya juga punya draft
(novel) young adult bertema LGBT
yang terendap dari bertahun-tahun lalu dan tetap mentok di bab awal di folder
komputer saya (*nggak ada yang nanya), dan baca buku ini sukses bikin saya iri
sama penulisnya x))
Above the Stars saya nilai cukup lumayan
sebagai novel debut sang penulis, dan saya pasti akan membaca buku dari D
selanjutnya. Tapi di balik kelebihannya, ada hal yang cukup mengganggu, beberapa
detail hal-hal remeh yang menjadi pendukung cerita seolah terlupakan. Padahal hal-hal
remeh ini juga penting untuk membangun cerita yang utuh.
Seperti, kening saya berkerut ketika membaca
bagian Will dan Danny membolos dan mengganti seragam mereka. Saya tidak tahu
dengan pasti, tapi apakah sekolah-sekolah di Amerika juga masih memakai
seragam? Bukannya pakaiannya bebas yak, malah bisa fashionable kayak siswa-siswi Rosewood (dari Pretty Little Liars).
Dan tidak ada kejelasan juga apakah sekolah mereka public school atau private
school.
Selanjutnya, juga masalah sistem sekolah
misterius ini. Masa membolos sehari aja langsung dipanggil ke “ruang BP” sik? Apalagi
mereka kan es em a, wajarlah sekali-kali bolos xD. Perhatian sekali ya,
sekolahnya sampe murid membolos sekali udah dikepoin. Nggak penting sih, tapi
tetap saja saya tidak bisa menghilangkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di
benak saya.
Lalu, Bagian sisipan penting-nggak-penting
soal “daftar pertanyaan yang mungkin ingin kalian tanyakan pada Danny”, “awal
mula Mia bersahabat dengan Danny”, “hubungan buruk Will dan ayahnya”,
sebenarnya bisa diselipkan di sepanjang cerita saja. Apalagi dengan sudut
pandang orang ketiga yang sudah mendukung. Kalau dibuat terpisah seperti itu
kesannya terlalu maksa untuk diceritakan.
Terakhir, penulis sering sekali menggunakan
sebutan nama (misal: Mrs. Jameson, Mr. Jameson) di narasinya. Memang kadang
juga kata ganti “ibunya” dan “ayahnya” juga dipakai sih, tapi sebutan nama
ini sering mendominasi. Tidak cuma sekali saya salah mengenali Mr.
Anderson sebagai Mr. Jameson.
Seperti seri YARN yang saya baca sebelumnya,
Perfection, Above the Stars jelas tidak sempurna. Terlepas dari kemiripan atau
kekurangan atau endingnya yang ketebak (dan saya kurang suka), buku ini layak
dibaca untuk mengisi libur lebaranmu :))
“Aku benci
menjadi buta! Aku benci terus-menerus diberi tahu mana yang bisa dan tidak bisa
aku lakukan karena aku buta! Aku benci dicemaskan sepanjang waktu karena aku
buta!”
RATING 3/5
p.s.: Nih saya kasih bonus, There’s too Much
Love-nya Belle & Sebastian :D Selamat melanjutkan libur lebaran! Semoga kita
semua dijauhkan dari segala dampak buruk makanan bersantan x))
I could hang about and burn my fingers
I've been hanging out here waiting for something to start
You think I'm faultless to a 't'
My manner set impeccably
But underneath I am the same as you
I could dance all night like I'm a soul boy
But you know I'd rather drag myself across the dance floor
I feel like dancing on my own
Where no one knows me, and where I
Can cause offence just by the way I look
I've been hanging out here waiting for something to start
You think I'm faultless to a 't'
My manner set impeccably
But underneath I am the same as you
I could dance all night like I'm a soul boy
But you know I'd rather drag myself across the dance floor
I feel like dancing on my own
Where no one knows me, and where I
Can cause offence just by the way I look
Hmmm..... *makin kepo sama buku ini*
BalasHapusAyo segera dibaca mbak, sebelum kekepoannya ilang x))
Hapus