Judul: Warna Hati
Pengarang: Sienta Sasika Novel
Penerbit: Grasindo
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 203 halaman
“Mungkin keikhlasan adalah jalan terbaik
dibandingkan kehilangan.”
Setiap cinta akan
menggoreskan warna sendiri, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi saat kita
memilih satu di antara dua hati. Mereka memiliki ruangnya sendiri, memiliki
waktunya sendiri, dan memiliki lintasannya sendiri.
Kita pun tidak akan mampu
memilah cinta mana yang akan mengembuskan rona-rona kebahagiaan atau justru
luka-luka yang akan tergores. Ya, cinta terkadang seperti kembang gula terasa
manis, tapi cinta juga terkadang terasa getir.
Dan saat dihadapkan dengan
luka, akankah cinta tetap bertahan di tempatnya? Atau berlari menyusuri masa
lalu dan kembali pada hati yang dulu tidak ia pilih?
Namun, cinta bukan melulu
tentang perasaan yang meluap-luap, cinta juga bicara tentang keyakinan akan
benang merah yang telah mengikat.
“Mas tidak mampu menjadi suami yang bertanggung
jawab, Mas hanya bisa menjadi laki-laki setia, ah ... tapi setia sudah tidak
dibutuhkan lagi ya?”
Sengaja saya
tidak membeberkan kisah yang ada di buku ini karena jika saya ceritakan, nanti
malah jadi ketahuan kejutan di endingnya :D jika kalian mengira kalau kisahnya
tentang cinta, kalian sama sekali tidak salah. Lebih tepatnya lagi, buku ini
bercerita tentang pilihan.
Di dalam hidup
pasti kita dihadapkan dengan yang namanya pilihan, dan pilihan itu secara
langsung nantinya akan memengaruhi kehidupan kita di masa yang akan datang. Seperti
tokoh utama di buku ini, Tavita. Melalui Tavita, penulis berhasil menggambarkan
bagaimana pilihan yang ia buat itu dapat mengubah hidupnya kelak.
Awalnya ketika
saya membaca buku ini, tepatnya di bagian pertama; Jingga. Saya pikir buku ini
hampir mirip dengan The Marriage Roller Coaster-nya Nurilla Iryani, bedanya
kehidupan pernikahan yang diceritakan bukan berkonflik pada waktu dan
perhatian, tapi lebih pada ekonomi rumah tangga. Pendapat saya langsung berubah
seketika saya mulai membaca bagian keduanya; Biru. Salut buat penulis yang
punya konsep unik buat buku ini. Walaupun ketika memulai bagian keduanya saya
agak dibuat bingung sik :D
Keunggulan lain
yang dimiliki di buku ini adalah ceritanya memang realistis sekali, banyak
ditemukan di kehidupan nyata. Mulai dari mertua cerewet yang selalu
membandingkan menantunya, sepupu yang segalanya pengin dipamerin, dan
lain-lain.
Sayangnya,
ketika membaca buku ini saya cukup terganggu dengan typo-nya yang bertebaran di sepanjang halaman, cukup banyak yang
saya temukan, akan terlalu panjang jika saya tulis satu-persatu di sini.
Termasuk kesalahan penggunaan “di” untuk menyatakan tempat atau sebagai kata
kerja pasif. Selain itu, kata-kata yang ditulis dengan huruf double-double
juga, seperti “PPPPRRRAAAAANNNNKKKKKKKKK”, “Aaaaarrrrggghhhh” cukup bikin risih
pas baca.
Overall, bukunya lumayan kok, cukup menghibur.
Dan nggak berat-berat amat, jadi cukup mudah bagi saya menyelesaikannya di saat
mood baca lagi turun seperti sekarang
:( *ujung-ujungnya curcol x))*
“Pilihlah warna mimpimu sendiri, karena ... warna
apa pun yang kau pilih, ia akan tetap meninggalkan jejaknya di hidupmu.”
RATING 3/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar