Judul: The Marriage
Roller Coaster
Pengarang: Nurilla Iryani
Penerbit: Stiletto Book
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 206 halaman
“Buat apa kita menikah kalau bertemu saja susah
begini? Buat apa kita menikah kalau tetap merasa sendirian dan kesepian? Ah
ternyata pernikahan jauh sekali dari bayanganku sebelumnya.”
Kehidupan pernikahan itu bagaikan roller
coaster. Yes? No? Jungkir balik! Kadang di atas,
kadang di bawah. Ada yang menikmati dan tertawa bahagia, ada juga yang tersiksa
dan menangis tersedu. Setelah mencobanya, setiap orang punya pilihan
masing-masing: ingin terus mencoba atau justru kapok luar biasa.
Bagaimana dengan Audi dan Rafa? Kehidupan urban yang dijalani pasangan
ini memberi tantangan lebih pada pernikahan mereka. Bagaimana mencari waktu
untuk bersama di tengah kesibukan mereka. Bagaimana mengatur mood setelah semua
energi positif hilang di kantor. Bagaimana menahan godaan dari orang yang
pernah hadir di masa lalu.
Akankah mereka terus mencoba dan bertahan? Atau justru kapok dan
menyerah?
“Mungkin
sekarang aku masih cinta sama kamu, tapi bagaimana cintaku bisa bertahan kalau
kamu bahkan nggak pernah ada buatku? Kata orang, cinta bisa datang karena
terbiasa. Bagiku, cinta bisa hilang karena terbiasa nggak ada.”
Ini merupakan
buku terbitan Stiletto pertama yang saya baca :D kisahnya nggak baru-baru amat
sih, tentang lika-liku kehidupan pernikahan yang menghadapi berbagai cobaan
mulai dari waktu yang tersita perkerjaan, sampai dengan kehadiran orang di masa
lalu.
Kerennya,
buku ini bisa saya habiskan dalam waktu sehari saja. Waktu yang singkat untuk
ukuran saya. Mungkin karena bukunya ringan alias nggak terlalu berat untuk
dicerna, yang jelas penulisnya berhasil mendistraksi saya untuk tetap baca buku
ini, konflik yang dihadirkan seru dan emosi yang dirasakan karakter Audi nyampe
ke saya.
Tapi sayang, ketika
sampai di puncak konflik, belum lama udah sampe ending aja nih -_- saya setuju
dengan review-review orang yang
bilang kalau endingnya buru-buru banget. Kecepetan! Seharusnya bisa dipanjangin
sedikit lagi sik, biar kesannya Audi nggak terlalu gegabah mengambil keputusan.
Dan seperti chicklit pada umumnya, buku ini juga
punya “bahasa gado-gado” alias ada sedikit-sedikit menggunakan bahasa Inggris. Nggak
masalah sik kalo nyambung dengan konteksnya atau nggak keliatan aneh. Tapi saya
menemukan ada yang janggal, seperti kalimat yang kurang lebih begini: “Aku bahkan curiga deep down inside aku
merindukan meeting dengan Yoga di tempat ini.” Menurut saya janggal kalimatnya,
kenapa nggak pake “jauh di dalam lubuk hatiku” atau kalimat bahasa Indonesia
yang lain? Nggak terlalu penting sik, cuma sedikit mengganggu saya :D
Yang paling saya
sayangkan ya masalah penyelesaian konfliknya yang kecepetan, atau bisa dibilang
saya mengharapkan buku ini akan lebih panjang :D jadi, 3 bintang pantas
diberikan buat buku ini :))
“Women think their man will change. Wrong! And men
think their woman won’t change. Wrong!.”
RATING 3/5
aku bahkan nggak sadar ada kalimat sejanggal itu saking udah "memaklumi" bahasa yang dari awal gado-gado. :D
BalasHapusHehehe, aku juga maklum sik, tapi yang ini terlalu keliatan janggalnya :D
Hapus