Judul: Friends Don’t Kiss
Pengarang: Syafrina Siregar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 208 halaman
“Apa istimewanya seorang ibu yang menyusui anaknya?
Bagaimana Mia bisa menangkap yang katanya ‘ekspresi cinta’ itu? Setiap Mia menyebutkan
kata menyusui, yang muncul di kepala Ryan hanya bayangan sepasang payudara
perempuan. Yah, kalau melihat keindahan seperti itu, Ryan bisa memastikan
dirinya akan memandang dengan ‘ekspresi cinta’ juga. Hasrat dan gairah, malah.”
Mia Ramsy,
bergabung dengan Indonesian Breastfeeding Mothers dengan tujuan mulia untuk
mensosialisasikan pentingnya ASI eksklusif bagi bayi dan menurutnya setiap bayi
punya hak untuk mendapatkan apa yang terbaik untuk mereka, salah satunya adalah
dengan memberikan ASI eksklusif. Mia mencintai kegiatannya di organisasi itu
sampai adiknya, Lia yang akan melahirkan sudah dijejali Mia berbagai macam hal
mengenai ASI. Tapi posisi Mia sebagai konselor ASI untuk Lia malah membuat
hubungan kedua kakak beradik itu renggang.
Selain dihadapkan
dengan masalahnya dan Lia, pikirannya juga dipenuhi oleh pria yang ditemuinya
secara tidak sengaja setelah dengan cerobohnya Mia menabrak mobil pria
tersebut. Pria itu bernama Ryan. Ryan yang misterius dan tukang maksa. Ryan
yang selalu perhatian dan selalu mau mendengarkan keluh kesah Mia.
Yang tidak
diketahui Mia adalah kenyataan bahwa Ryan merupakan pewaris tunggal Subagyo
Group. Dan salah satu perusahaan milik Subagyo Group adalah Prima Gold,
perusahaan susu formula untuk bayi yang amat sangat dibenci oleh Mia.
Bagaimana
reaksi Mia mengetahui siapa Ryan sebenarnya? Akankah kisah cinta Mia berakhir
bahagia? Untuk mengetahuinya, siakan baca sendiri dalam Friends Don’t Kiss.
“In case you forgot, Mia, friends don’t kiss.”
Sejujurnya,
awal mula saya tertarik membaca buku ini karena kontes review yang diadakan bang Ijul @fiksimetropop bekerjasama dengan
penerbitnya dan sang penulis sendiri @SyafrinaSiregar. Kesan yang saya tangkap ketika
membaca blurb buku ini adalah Friends
Don’t Kiss tidak hanya mengisahkan tentang kisah cinta di kota metropolitan
tapi juga ada hal penting yang ingin disampaikan oleh penulisnya. yaitu
Mengenai ASI eksklusif.
Tentu saja
seperti novel percintaan lainnya, buku ini didukung elemen penting yang harus
ada di dalam novel bergenre romance
seperti; meet cute kedua tokoh
utamanya, tokoh Ryan yang digambarkan dengan hampir sempurna untuk memancing
hasrat delusional pembaca perempuannya dan elemen-elemen lain.
Sayang sekali
alasan kenapa Mia memperjuangkan hak bayi mendapatkan ASI eksklusif kurang kuat
mengingat di sini Mia digambarkan selalu bersemangat jika membicarakan hal-hal
mengenai ASI. Terlalu bersemangat malah kalau menurut saya, apalagi Mia
merupakan seorang wanita single, akan
lebih baik kalau diberikan alasan yang lebih kuat lagi.
Hebatnya walaupun
buku ini hampir lebih dari separuhnya berisi informasi mengenai ASI, saya tidak
merasa kebosanan ketika tokoh-tokohnya mulai “berduskusi” tentang ASI. Mungkin
karena pemilihan kalimatnya sederhana dan mudah dipahami sehingga saya
betah-betah saja membacanya, tidak saya skip.
Berbicara
mengenai endingnya, cukup memuaskan buat saya tapi kurang “nendang”. Saya
mengharapkan ending yang lebih dramatis lagi :D saya akan lebih suka kalau
untuk menuju ending itu memerlukan lebih banyak perjuangan lagi ;)
Akhirnya, di
balik kekurangannya, novel ini tetap menghibur untuk dibaca mengisi waktu senggang
kalian. Walaupun isi dan pembahasannya “cewek banget”, tidak ada salahnya kita
kaum laki-laki untuk membaca buku ini, lumayan menambah sedikit informasi agar mindset (yang kurang tepat) tentang ASI
selama ini diluruskan terutama masalah mitos-mitos tentang ASI.
Friends Don’t
Kiss sangat direkomendasikan untuk seorang ibu, calon ibu yang sedang menanti
kelahiran buah hatinya, atau untuk calon ibu yang masih menanti calon ayah
untuk calon anak mereka kelak ;))
“ASI itu lebih bersifat mind game, Lia. Kalau lo percaya ASI lo kurang, nanti
bakal kurang sungguhan. Makanya lo harus yakin ASI lo cukup. Pokoknya ASI lo
cukup.”
“Gue tahu gue lajang yang belum laku. Tapi sepanjang
yang gue tahu, kalau gue diberi kesempatan sama Tuhan untuk punya anak apa pun
bakal gue lakukan, sekalipun harus pontang-panting demi memberikan yang
terbaik. Apalagi untuk memberikan nutrisi yang terbaik di enam bulan pertama
kehidupannya. Gue ikhlas meski harus bergadang.”
RATING 3/5