Minggu, 01 Mei 2016

[Book Review] Ulat Sutra: Kasus Kontroversial di Dunia Perbukuan





Postingan terkait:







Judul: Ulat Sutra (The Silkworm)
Pengarang: Robert Galbraith
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 536 halaman

 “Kita tidak saling mencintai; kita mencintai gagasan yang kita miliki tentang yang lain. Hanya sedikit manusia yang memahaminya ataupun sanggup merenungkannya. Mereka buta terhadap kemampuan imajinasi mereka sendiri. Semua bentuk cinta, pada akhirnya, adalah cinta kepada diri sendiri.”

Kesuksesan memecahkan kasus Lula Landry membuat Strike menjadi sorotan. Suatu hari seorang wanita bernama Leonora Quine meminta bantuan Strike untuk melacak keberadaan suaminya, Owen Quine. Dia adalah seorang penulis, dan memang sering menghilang tanpa kabar. Tapi kali ini suaminya menghilang lebih lama dari biasanya. Sedangkan melaporkannya ke polisi hanya akan membuat Leonora disalahkan jika ternyata Owen Quine hanya pergi tanpa pamit seperti biasa.

Akan tetapi, seharusnya sedari awal Strike sudah merasakan bahwa kasus ini akan rumit. Sebelum menghilang, Owen Quine baru saja merampungkan naskah novel terbarunya. Masalahnya naskah tersebut amat berbahaya, sebab isinya menyinggung dan menghujat banyak orang di sekitar Owen Quine. Dan naskah tersebut, karena sebuah kesalahan, telah bocor ke berbagai pihak di dunia penerbitan termasuk orang-orang yang dihujat di dalamnya.

Akhirnya Strike menemukan Owen Quine, yang telah tak bernyawa, tentu saja. Kondisi mayatnya amat mengenaskan, sulit dikenali jika hanya dengan melihatnya. Leonora pun menjadi yang pertama dicurigai oleh kepolisian. 

Ketika kepolisian berusaha mencari bukti yang akan memberatkan Leonora, bersama Robin yang kini telah resmi menjadi asistennya Strike melakukan penyelidikan untuk membuktikan bahwa kliennya tersebut tak bersalah. Akankah Strike kembali berhasil memecahkan kasus yang lebih keji dari kasus-kasus yang pernah ditanganinya ini?

“Tetapi penulis adalah makhluk buas, Mr. Strike. Jika Anda mengharapkan persahabatan seumur hidup dan kesetiakawanan yang tidak egois, bergabunglah dengan militer dan belajarlah membunuh. Kalau Anda menginginkan aliansi temporer seumur hidup dengan sesama yang akan menari gembira di atas tiap kegagalan Anda, menulislah novel.”

Saya yakin setiap buku yang dimiliki seseorang pasti ada cerita di baliknya. Tentang bagaimana perjuangan mendapatkannya, atau punya kesan lebih karena mendapat bukunya secara gratis, diberikan oleh orang tersayang, atau sekadar cerita sederhana nggak sengaja kebeli padahal niat ke toko buku cuma pengin liat-liat doang. Jika saya ditanya adakah cerita berkesan di balik buku-buku yang saya punya, tentu saja banyak. Namun cerita saya dengan buku ini masuk ke kategori spesial.

Jadi, sebelum buku ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, akibat terlalu jatuh cinta dengan buku pertamanya, saya nekat baca edisi Bahasa Inggrisnya. Meski harus beberapa kali bolak-balik buka aplikasi kamus di ponsel, terutama di bagian nukilan dari tulisan Owen Quine dan sedikit penjelasan tentang naskah Bombyx Mori-nya.

Nah, kebetulan pas buku terjemahannya terbit, bukunya nggak masuk di toko buku kota saya. Saya pun kecewa. Sedangkan untuk beli online rasanya berat di ongkos kirim. Ongkirnya lumayan banget sih, udah bisa beli satu judul buku lagi. Makanya saya jarang banget beli buku online, kecuali kalau memang kepingin banget, atau ada pre-order plus plus *malah tjurhat*.

Itulah kenapa banyak yang bilang kalau urusan buku ini sama aja kayak jodoh. Kalau udah ditakdirkan jadi milik kita, juga nggak bakal ke mana. Singkatnya, suatu hari saya menang kontes #ResensiPilihan yang diadakan GPU setiap minggu. Dan kerennya, nggak kayak dulu yang berhadiah satu buku, sekarang #ResensiPilihan hadiahnya dua buku! Agak nggak nyangka sih pas ternyata salah satu buku yang dikirim ke saya sebagai hadiah adalah buku ini.  Begitulah cerita singkat saya bersama buku ini.

Buku kedua ini jelas lebih brutal dan disturbing dari Dekut Burung Kukuk. Plotnya juga lebih seru. Tak butuh waktu lama dari mulai membaca, saya sudah kembali terlarut dalam penyelidikan Strike. Ternyata cukup banyak detail yang saya lewatkan ketika membaca versi Bahasa Inggrisnya dulu.

Udah nggak bisa ngomong panjang lebar lagi deh. Ulat Sutra harus dibaca bagi yang sudah baca buku pertamanya, bagi yang suka buku yang bikin ikutan nebak-nebak, bagi yang suka kisah yang dipelintir di ending

Ngomongin soal ending, ini nih bagian yang jadi favorit saya. Karena:  satu, saya sudah yakin betul tebakan saya dari awal kalau pelakunya “dia”, eh ternyata saya salah kaprah. Pelakunya adalah orang terakhir yang saya curigai. Dua, Robin berperan cukup besar di ending-nya. Bahkan hampir membahayakan nyawanya sendiri. Dan sisi lain dari Robin yang tak saya sangka bikin saya makin suka sama dia.

Lima bintang tentu saja pantas diberikan untuk Bombyx Mori, eh... Ulat Sutra maksudnya.

“Manusia membunuh demi keuntungan dan pertahanan diri, mendapati dalam diri mereka kemampuan untuk pertumpahan darah ketika tak satu pun alternatif tersedia; tetapi ada pula orang-orang yang berada di bawah tekanan paling intens pun tetap tak mampu mendesak, menyambar peluang, membongkar tabu paling besar dan final.”




1 komentar:

  1. Cerita yang bercerita mengenai penulis.... Lha penulis saja adl pribadi yg rumit, apalagi cerita tentang kasus pembunuhan terjadap penulis, pasti rumit.

    BalasHapus